Senin, 27 Juni 2011

Pengaruh Televisi pada Pendidikan Anak

Ada hal yang sangat menggelisahkan saat menyaksikan tayangan-tayangan televisi. Hampir semua stasiun televisi, banyak menayangkan program acara (terutama sinetron) yang mengandung unsur kekerasan (sadisme), pornografi, mistik, dan kemewahan (hedonisme). Tayangan-tayangan tersebut terus berlomba demi rating tanpa memperhatikan dampak bagi pemirsanya. Kegelisahan itu semakin bertambah karena tayangan-tayangan tersebut dengan mudah bisa dikonsumsi oleh anak-anak.

Yayasan Kesejahteraan Indonesia mencatat bahwa rata-rata anak usia sekolah dasar menonton televisi antara 30 sampai 35 jam setiap minggu. Artinya, pada hari-hari biasa, mereka menonton tayangan televisi lebih dari 4 hingga 5 jam dalam sehari. Sementara itu di hari Minggu bisa mencapai 7 hingga 8 jam. Jika rata-rata menonton televisi 4 jam dalam sehari, berarti setahun sekitar 1.400 jam atau 1.800 jam, sampai seorang anak lulus SLTA. Padahal waktu yang dilewatkan anak-anak mulai dari TK sampai SLTA hanya 13.000 jam. Hal ini berarti anak-anak meluangkan lebih banyak waktu untuk menonton televisi dari pada ntuk kegiatan apapun, kecuali tidur (Pikiran Rakyat, 29 April 2004).

Hal yang lebih mengkhawatirkan lagi, kebanyakan orang tua tidak sadar dengan kebebasan media yang kurang baik terhadap anak-anak. Anak-anak tidak diawasi dengan baik saat menonton televisi. Dengan kondisi ini, sangat dikhawatirkan dampaknya bagi perkembangan anak-anak. Kita tidak bisa gegabah dengan menyamaratakan semua program televisi yang mempunyai sisi baik, misalnya, program pendidikan. Banyak informasi yang bisa diserap dari televisi, yang tidak didapatkan dari tempat lain. Akan tetapi disisi lain, banyak tayangan telavisi yang berdampak buruk pada anak. Banyak survey yang dilakukan untuk mengetahui dampak tayangan televisi bagi anak-anak. Sebuah survey yang pernah dilakukan harian Los Angles Times membuktikan 4 dari 5 orang Amerika menganggap kekerasan di televisi mirip dengan dunia nyata. Oleh sebab itu, anak-anak yang sering menonton tayangan TV yang mengandung unsur kekerasan adalah sangat berbahaya. Kekerasan di TV membuat anak menganggap kekerasan adalah jalan untuk menyelesaikan masalah.

Sementara itu, sebuah penelitian di Texas, Amerika Serikat, yang dilakukan selama lebih dari tiga tahun terhadap 200 anak berusia 2-7 tahun menemukan bahwa anak-anak yang banyak menonton program hiburan dan kartun memperoleh nilai yang lebih rendah dibandingkan dengan anak yang sedikit saja menghabiskan waktunya untuk menonton tayangan yang sama (Kompas Cyber Media, 11 Agustus 2005). Dua survey itu sebenarnya bisa menjadi pelajaran.

Namun, di Indonesia tayangan kekerasan dan kriminal, seperti Patroli, Buser, TKP, dan sebagainya, dengan mudah ditonton oleh anak-anak. Demikian pula, tayangan yang berbau pornografi dan pornoaksi, juga mudah ditonton oleh anak-anak. Persoalan gaya hidup dan kemewahan juga patut dikritisi. Banyak sinetron yang menampilkan kehidupan yang serba glamour. Tanpa bekerja orang bisa hidup mewah. Anak-anak sekolah dengan dandanan yang "anah-aneh" tidak mencerminkan sebagai seorang pelajar justru dipajang sebagai pemikat. Sikap terhadap guru, orang tua, maupun sesama teman juga sangat tidak mendidik.

Anak-anak sekolah dikhawatirkan meniru gaya, sikap, serta apa yang mereka lihat di sinetron yang berlimpah kemewahan itu.Memang televisi bisa berdampak kurang baik bagi anak, tetapi melarang anak menonton televisi sama sekali juga kurang baik. Hal yang lebih bijaksana adalah mengontrol tayangan televisi bagi anak-anak. Setidaknya, orang tua memberikan pemahaman kepada anak, mana yang bisa mereka tonton dan mana yang tidak boleh. Orang tua perlu mendampingi anak-anaknya saat menonton televisi serta memberikan berbagai pemahaman kepada anak-anak tentang sesuatu tayangan yang sedang disaksikan. Membangun komunikasi dengan anak, bisa mengurangi dampak negatif televisi pada anak.Kebiasan mengonsumsi telebvisi secara sehat ini harus dimulai sejak dini.

Tempat pendidikan paling utama adalah di keluarga, di mana orang tua adalah orang yang paling bertanggung jawab. Mengapa orang tua?. Hal ini karena orang tua bisa mengawasi anaknya lebih lama. Orang tua paling dekat dengan anaknya. Dalam keluargalah, anak tumbuh dan berkembang. Membiarkan anak menonton televisi secara berlebihan, berarti membiarkan tumbuh kembang dan pendidikan anak terganggu. Orang tua juga berkewajiban untuk memantau kegiatan belajar anak di rumah. Perkembangan si anak tidak bisa terlalu dibebankan pada sekolah.

Dalam kesehariannya, guru di sekolah tidak akan bisa menggantikan peran orang tua. Oleh karena itu, menjadi suatu keharusan bagi orang tua untuk tetap memperhatikan si anak selama berada di rumah.

Wassalam, Good Luck.      
 

Penggunaan Cognitive Behavior Therapy untuk Mengendalikan Kebiasaan Merokok di Kalangan Siswa melalui Peningkatan Perceived Self Efficacy Berhenti Merokok

Abstrak: Tujuan penelitian ini untuk menganalisis efektivitas penggunaan cognitive behavior therapy (terapi perilaku kognitif untuk meningkatkan perceived self efficacy (PSE) berhenti merokok di kalangan siswa SLTP? Penelitian ini menggunakan rancangan non randomized control group pretest and posttest design. Hasilnya menunjukkan bahwa: (1) pendekatan cognitive behavior therapy efektif meningkatkan sumber perceived self eficacy (SPSE) berhenti merokok persuasive experience, vicarious experience, enactive experience), (2) pendekatan cognitive behavior therapy efektif meningkatkan indikator perceived self efficacy (IPSE) berhenti merokok (choice behavior, performance, persistence), (3) model analisis hubungan antara SPSE dengan IPSE diperoleh koefisien gamma = 0,86, t = 2,84 (P < 0.05), berarti SPSE memberikan kontribusi signifikan terhadap peningkatan IPSE berhenti merokok di kalangan siswa. Atas dasar temuan tersebut disarankan pada sekolah yang sederajat untuk mempertimbangkan penggunaan cognitive behavior therapy sebagai alternatif program pencegahan perilaku merokok di kalangan siswa.

Kata kunci: Cognitive behavior therapy, Perceived self efficacy, Siswa
SLTP, berhenti merokok.

Senin, 20 Juni 2011

Remaja

Remaja menurut Mappiare (1982, hal. 36) yaitu seseorang baik laki-laki maupun perempuan dengan rentang usia untuk remaja Indonesia antara 12 tahun sampai 21 tahun untuk wanita, dan 13 tahun sampai 22 atau 24 tahun untuk laki-laki. Pada masa remaja ini mulai timbul tanda menuju dewasa atau sudah akil balik.

Ciri-ciri pokok penting dalam masa ini dengan menunjukan pola-pola sikap, pola perasaan, pola berpikir, dan pola berperilaku seperti; stabilitas mulai timbul dan meningkat. Para remaja putri dan remaja laki-laki ini menunjukan adanya peningkatan kestabilan dalam aspek-aspek fisik dan psikis. Pertumbuhan jasmani yang sempurna bentuknya, dalam masa remaja akhir ini terjadi keseimbangan tubuh dan anggota badan. Demikian juga pergaulan dengan sesama jenis atau dengan lawan jenisnya, pemilihan minat-minatnya, pemilihan sekolah, jabatan, pakaian, dan soal sikap-pandang mereka terhadap sesuatu. Akibat yang positif dari keadaan ini akan menimbulkan para remaja akan dapat mengadakan penyesuaian-penyesuaian dalam banyak aspek kehidupannya dibandingkan dengan masa-masa sebelumnya.

Citra diri dan sikap pandang yang lebih realitas. Pada masa sebelumnya, remaja sangat sering memandang dirinya lebih tinggi ataupun lebih rendah dari keadaan yang sesungguhnya. Wajah yang sedang-sedang saja, misalnya, dipandangnya sebagai seperti bintang film. Sebaliknya, ada juga wajahnya yang cukup tampan dipandangnya jelek, demikian juga terhadap hal-hal yang lainnya. Kebanyakan yang terjadi pada masa remaja awal yaitu pandangan yang negatif seperti kurang, rendah, jelek dari keadaan yang sesungguhnya. Hal yang demikian itu merupakan refleksi dari rasa tidak puas mereka terhadap sesuatu yang dimilikinya. Tetapi dalam masa remaja akhir keadaan yang semacam itu telah berkurang, remaja telah mulai menilai dirinya sebagaimana adanya, menghargai miliknya, keluarganya, orang-orang lain seperti keadaan yang sesungguhnya. Akibat yang positif dari keadaan remaja akhir seperti ini adalah timbul perasaan puas, menjauhkan mereka dari rasa kecewa dan kekurangan. Perasaan puas itu merupakan prasarat penting untuk mencapai kebahagiaan bagi remaja.

Menghadapi masalahnya lebih matang. Masalah-masalah yang wajar dihadapi remaja masa ini relatif sama dengan masalah yang dihadapi pada masa remaja sebelumnya. Perbedaannya terletak pada cara mereka menghadapi masalah yang dimaksud. Kalau dalam masa remaja awal mereka menghadapinya dengan sikap bingung dan perilaku yang tidak efektif maka dalam masa remaja akhir mereka akan berusaha lebih matang. Adanya usaha-usaha pemecahan masalah lebih matang dan realistis itu merupakan produk dari kemampuan berpikir remaja akhir yang telah lebih sempurna dan ditunjang oleh sikap pandang yang lebih realistis. Akibat selanjutnya akan diperolehnya perasaan yang lebih tenang.

Perasaan menjadi lebih tenang. Pada pertengahan awal masa remaja, seringkali mereka masih menampakkan gejala-gejala storm dan stress, namun dalam proses lebih lanjut, beberapa remaja dengan cepat menunjukan adanya rasa tenang. Penting artinya bagi proses pendewasaan diri bagi remaja akhir ini adalah subjek model, orang dewasa yang dikaguminya, yang disenangi sifat-sifat dan perilakunya. Terhadap orang-orang dewasa seperti ini si remaja akan beridentifikasi tentang berbagai hal yang dikaguminya seperti; sikap, sifat, cara-cara berpakaian, cara-cara bergaul, terutama sekali cara-cara berpikir orang dewasa. proses semacam itu akan turut membentuk pribadi dewasa bagi remaja.Perlu ditegaskan bahwa ciri-ciri masa remaja yang dikemukakan di atas merupakan ciri-ciri remaja pada umumnya yang tidak mengalami persoalan yang serius. Peyimpangan dari hal-hal yang umum itu, sangat mungkin terjadi sebagai akibat dari berbagai pengaruh. Semakin besar kualitas dan itensitas  penyimpangan yang terjadi, maka semakin serius pula masalah yang dihadapi oleh remaja yang bersangkutan. Pengaruh-pengaruh dominan yang menimpa remaja dan dapat membelokkan ciri-ciri dari remaja yang dikemukakan diatas, diantaranya adalah situasi dan kondisi lingkungan keluarga, masyarakat, dan lingkungan kelompok teman-teman pergaulan remaja itu. Hal lain yang dapat menimbulkan masalah serius menimpa remaja adalah adanya pertentangan-pertentangan yang sering terjadi dalam penilaian diri, antara penilaian oleh dirinya sendiri dengan penilaian diri oleh orang lain disekitar lingkungannya.

Rabu, 25 Mei 2011

Kecemasan

Pengertian Kecemasan

Menurut Chaplin (dikutip Kartono, 2000, h. 53) anxiety atau kecemasan, kegelisahan. Pengertian lebih lanjut sebagai berikut: Perasaan campuran berisikan ketakutan dan keprihatinan mengenai masa-masa mendatang tanpa sebab khusus untuk ketakutan tersebut. Rasa takut atau kekhawatiran kronis pada tingkat yang ringan. Kekhawatiran atau ketakutan yang kuat dan meluap-luap. Satu dorongan sekunder mencakup suatu reaksi penginderaan yang dipelajari. Pada peristiwa adanya perangsang bersyarat (respon terkondisionir), biasanya pada peristiwa kejutan atau shock, subjek yang bersangkutan memperlihatkan tingkah laku yang membuktikan adanya kecemasan, termasuk antara lain, terkencing-kencing, terberak-berak, usaha kabur melarikan diri, menjauhi aparat, dan lain-lain. Pola reaksi yang kompleks ditandai oleh perasaan-perasan kecemasan yang kuat dan ditandai gejala-gejala somatis, seperti berdebarnya jantung, rasa tercekik, sesak didada, gemetar, pingsan dan lain-lain.

Dari teori itu dapat disimpulkan bahwa anxiety adalah kecemasan pada remaja yang berisikan ketakutan, keprihatinan mengenai masa-masa mendatang tanpa sebab yang jelas dengan menampakan tingkah laku yang membuktikan adanya kecemasan pada individu tersebut, baik saat sedang, maupun sesudah memakai ganja. Kecemasan ini akan diukur dengan menggunakan beberapa indikator yaitu secara kognitif, motorik, somatik, dan afektif.

Kecemasan terdapat beberapa komponen sebagai berikut: secara biologis perilaku kecemasan dapat ditunjukkan dengan gejala-gejala fisik seperti gemetar, rasa tercekik, sesak di dada, keluar keringat dingin, terkencing-kencing, jantung berdebar-debar, ujung jari dan tangan terasa dingin, tatapan mata yang ketakutan. Secara psikologis timbul perasaan ketakutan, keprihatinan, khawatir, was-was, curiga, malu, dan gugup. Secara sosial menunjukan perilaku menarik diri, takut terhadap aparat, timbul kecurigaan dan rasa tidak percaya dengan orang lain, pergaulan hanya terbatas pada orang-orang yang dianggap seide dengannya.

Rasa cemas yang dialami oleh individu dapat mempengaruhi perilaku kehidupan sehari-hari. Menurut Grasha dan Kirschenbaum (dikutip Siahaan, 2000) menyebutkan ada dua pengaruh kecemasan dalam diri individu, yaitu: Pengaruh positif, dalam tingkat yang wajar, kecemasan dapat mengarahkan perilaku seseorang. Menggiatkan dan membantu proses penyesuaian diri seseorang, yakni dengan jalan menggiatkan kewaspadaan, sensitivitas dan konsentrasi terhadap alam sekitar, sehingga memungkinkan manusia untuk dapat memutuskan dengan lebih baik tindakan yang tepat untuk dijalankan. Pengaruh negatif, tingkat kecemasan yang tinggi dapat menyebabkan simptom fisik yang menghalangi fungsi diri untuk bekerja efektif.
Kedua pengaruh diatas dapat terjadi baik disadari maupun tidak disadari, dan hal ini tampak dalam perilaku yang ditampilkan oleh individu tersebut.

Faktor-faktor yang mempengaruhi Kecemasan

Kecemasan terjadi disebabkan oleh beberapa hal, seperti yang dikemukakan oleh Atkinson (1991, h. 213) yaitu:
1. Kecemasan sebagai konflik yang tidak disadari. Disebutkan oleh Freud bahwa kecemasan neurotis merupakan akibat dari konflik yang tidak disadari antara impuls id (terutama seksual dan agresi) dengan kendala yang ditetapkan oleh ego dan super ego. Dengan kata lain, impuls-impuls id dapat menimbulkan ancaman bagi individu karena bertentangan dengan nilai pribadi atau sosial.
2. Ancaman pada konsep diri. Setiap individu mempunyai bayangan atau pandangan akan dirinya sendiri. Bayangan ini berhubungan dengan setiap aspek keberadaan individu tersebut, sedangkan dalam kehidupan individu sering menerima umpan balik atau penilaian dari orang lain, sehingga terjadi keraguan akan self image itu sendiri. Hal inilah yang menyebabkan meningkatnya tingkat kecemasan.
3. Kecemasan sebagai respon yang dipelajari. Kecemasan diasosiasikan dengan situasi tertentu melalui proses belajar. Individu yang biasa menghindar atau melarikan diri dari situasi yang mengancam, apabila ia memikirkan untuk mengatasi ancaman itu, maka ia akan mengalami kecemasan.
4. Kecemasan sebagai akibat kurangnya kendali. Individu akan mengalami kecemasan bila menghadapi situasi yang berada di luar kendali dirinya.
5. Tugas yang belum diselesaikan. Psikologi Gestalt berpendapat bahwa tugas yang belum diselesaikan dapat menimbulkan masalah, karena berarti menunjukkan adanya sesuatu yang tidak berakhir, maka perasan cemas akan muncul sampai hal ini berakhir.
Dari beberapa uraian di atas, dimungkinkan beberapa orang akan mengalami kecemasan dalam waktu yang bersamaan meskipun penyebabnya berbeda.

Indikator Kecemasan

Individu yang mengalami kecemasan seringkali tidak mau mengakui bahwa dirinya cemas, tetapi dari observasi dapat disimpulkan bahwa ia mengalami kecemasan. Menurut Sue dkk (Dikutip Siahaan 2000). Kecemasan mempunyai empat indikator, yaitu:
1. Secara kognitif, individu tersebut terus menerus mengkhawatirkan segala macam masalah yang mungkin terjadi dan sulit sekali berkonsentrasi atau mengambil keputusan dan apabila ia dapat mengambil keputusan, hal ini akan menghasilkan kekhawatiran lebih lanjut, individu juga akan mengalami kesulitan tidur atau isomnia.
2. Secara motorik, gemetar sampai dengan kegoncangan tubuh yang berat. Individu sering gugup dan mengalami kesukaran dalam berbicara.
3. Secara somatik, reaksi fisik atau biologis dapat berupa gangguan pernapasan ataupun gangguan pada anggota tubuh seperti; jantung berdebar, berkeringat, tekanan darah meningkat, dan gangguan pencernaan, bahkan terjadi kelelahan dan pingsan.
4. Secara afektif, dalam emosi individu tidak tenang dan mudah tersinggung, sehingga memungkinkan ia depresi.

Macam-macam Kecemasan

Menurut Chaplin (dikutip Kartono, 2000, h.33) macam-macam kecemasan mempunyai pembagian sebagai berikut:
1. Anxiety equivalent, padanan kecemasan, yaitu suatu reaksi simpatetik yang kuat, seperti detak jantung yang cepat, menggantikan kecemasan yang tidak disadari.
2. Anxiety fixation, fiksasi kecemasan, yaitu mempertahankan atau memindahkan reaksi kecemasan dari masa atau tingkat lebih dini dari perkembangan ketaraf lebih lanjut.
3. Anxiety hysteria, histeria kecemasan, bentuk neurosa dengan ciri karakteristik ketakutan dan gejala konversial (pengubahan, penukaran), atau dengan perwujudan konflik berupa gangguan atau penyakit somatis.
4. Anxiety neurosis, neurosa kecemasan, yaitu suatu bentuk neurosa dengan gejala mencolok ialah ketakutan yang tidak bisa diindentifikasikan dengan suatu sebab khusus, dan dalam banyak peristiwa merembes serta mempengaruhi wilayah-wilayah utama kehidupan seseorang.
5. Anxiety object, objek kecemasan, yaitu penggantian atau pemindahan ketakutan pada suatu objek yang mewakili pribadi yang dahulunya menyebabkan timbulnya rasa ketakutan tersebut.
6. Anxiety reaction, reaksi kecemasan, yaitu pola reaksi yang kompleks ditandai oleh perasaan-perasaan kecemasan yang kuat dan disertai gejala-gejala somatis, seperti berdebarnya jantung, rasa tercekik, sesak didada, gemetaran, dan pingsan.
7. Anxiety tolerance, toleransi kecemasan, yaitu tingkat kecemasan yang masih dapat ditanggung seseorang tanpa menimbulkan gangguan psikologis serius atau tanpa mengakibatkan ketidakmampuan menyesuaikan diri.

Menurut Freud (dikutip Atkinson, 1993, h. 212) membedakan dua bentuk kecemasan sebagai berikut: Kecemasan objektif, merupakan respon yang realitis terhadap bahaya eksternal yang maknanya sama dengan rasa takut. Kecemasan neurotis, merupakan kecemasan yang timbul dari konflik tak sadar dalam diri individu. Karena konflik itu tidak disadari, maka yang bersangkutan tidak mengetahui alasan kecemasannya.
Haber dan Runyon (dikutip Siahaan, 2000) membagi kecemasan menjadi dua kelompok besar, yaitu: General anxiety, individu akan merasa cemas hampir pada seluruh situasi dalam hidupnya, bahkan situasi yang biasanya tidak menimbulkan kecemasan. Individu tersebut merasa takut akan masa depannya dan khawatir hampir pada seluruh hal. Specifik anxiety, individu hanya menunjukan rasa cemas pada situasi tertentu, seperti cemas untuk berbicara di depan umum atau cemas pada saat akan melakukan test.
Spielberger (dikutip Siahaan, 2000) mendefinisikan kecemasan dalam dua bentuk besar, yaitu: Kecemasan sesaat atau A-State, sebagai suatu kondisi yang ditandai oleh pemaknaan subjektif yang dilakukan secara sadar mengenai perasaan tegang (feeling of tension) dan keprihatinan (apprehension), serta aktivitas sistem syaraf otonom. Kecemasan dasar atau A-Trait, adalah perbedaan-perbedaan yang meliputi rentang yang luas dalam memaknakan situasi-situasi rangsang sebagai suatu ancaman atau bahaya, dan dalam kecenderungan untuk merespon terhadap ancaman dengan reaksi-reaksi A-State. Jenis kecemasan yang akan diteliti adalah A-State yaitu untuk mengetauhi kecemasan sesaat yang disadari oleh individu setelah menghisap ganja.

Rabu, 18 Mei 2011

SKIZOFRENIA PARANOID

1. Skizofrenia
a. Pengertian Skizofrenia.
Menurut Nevid, dkk (2005) skizofrenia adalah gangguan psikotik menetap yang mencakup gangguan pada perilaku, pikiran, emosi dan persepsi. Menurut Kaplan, dkk (2010), skizofrenia adalah gangguan psikotik yang kronik, pada orang yang mengalaminya tidak dapat menilai realitas dengan baik dan pemahaman diri buruk.
Skizofrenia dengan onset masa anak-anak pada pengertiannya adalah sama dengan skizofrenia pada masa remaja dan masa dewasa. Walaupun jarang, skizofrenia pada anak-anak prapubertal ada sekurangnya dua hal berikut: halusinasi, waham, bicara atau perilaku yang jelas terdisorganisasi, dan menarik diri yang parah sekurang-kurangnya satu bulan. Disfungsi sosial dan akademik harus ada, dan tanda gangguan harus menetap terus-menerus selama sekurangnya enam bulan. (Kaplan, dkk 2010). Skizofrenia biasanya berkembang pada masa remaja akhir atau dewasa awal, tepat pada saat orang mulai keluar dari keluarga menuju ke dunia luar (Cowan & Kandel, Harrop & Trower), dikutif Nevid, dkk (2005). Orang yang mengidap skizofrenia semakin lama semakin terlepas dari masyarakat. Mereka gagal untuk berfungsi sesuai peran yang diharapkan sebagai pelajar, pekerja, atau pasangan, dan keluarga serta komunitas mereka menjadi kurang toleran terhadap perilaku mereka yang menyimpang. Gangguan ini biasa berkembang pada akhir masa remaja atau awal usia 20 tahun lebih, pada masa dimana otak sudah mencapai kematangan yang penuh. Pada sekitar tiga dari empat kasus, tanda-tanda pertama dari skizofrenia tampak pada usia 25 tahun (Keith, Regier & Rae) dikutif Nevid, dkk (2005).
Skizofrenia adalah penyakit yang mempengaruhi lingkup yang luas dari proses psikologis, mencakup kognisi, afek, dan perilaku. Orang-orang dengan skizofrenia menunjukkan kemunduran yang jelas dalam fungsi pekerjaan dan sosial. Mereka mungkin mengalami kesulitan mempertahankan pembicaraan, membentuk pertemanan, mempertahankan pekerjaan, atau memperhatikan kebersihan pribadi mereka. Namun demikian tidak ada satu pola perilaku yang unik pada skizofrenia, demikian pula tidak ada satu pola perilaku yang selalu muncul pada penderita skizofrenia. Penderita skizofrenia mungkin menunjukkan waham, masalah dalam pikiran asosiatif, dan halusinasi, pada satu atau lain waktu, namun tidak selalu semua tampil pada saat bersamaan. Juga terdapat perbedaan ragam atau jenis skizofrenia, dicirikan pada pola-pola perilaku yang berbeda (Navid, dkk, 2005).
Dalam beberapa kasus, skizofrenia menyerang manusia usia muda antara 15 hingga 30 tahun, tetapi serangan kebanyakan terjadi pada usia 40 tahun ke atas. Skizofrenia bisa menyerang siapa saja tanpa mengenal jenis kelamin, ras, maupun tingkat sosial ekonomi. Diperkirakan penderita skizofrenia sebanyak 1 % dari jumlah manusia yang ada di bumi.
Skizofrenia tidak bisa disembuhkan sampai sekarang. Tetapi dengan bantuan Psikiater dan obat-obatan, skizofrenia dapat dikontrol. Pemulihan memang kadang terjadi, tetapi tidak bisa diprediksikan. Dalam beberapa kasus, penderita menjadi lebih baik dari sebelumnya. Keringanan gejala selalu nampak dalam 2 tahun pertama setelah penderita diobati, dan berangsur-angsur menjadi jarang setelah 5 tahun pengobatan. Pada umur yang lanjut, di atas 40 tahun, kehidupan penderita skizofrenia yang diobati akan semakin baik, dosis obat yang diberikan akan semakin berkurang, dan frekuensi pengobatan akan semakin jarang.Peranan Psikolog juga sangat penting dan mendukung penanganan penderita skizofrenia melalui psikotherapy dengan CBT : Cognitive Behavior Therapy yang menggunakan berbagai teknik yang terdiri dari 25 macam teknik. Ada serangkaian teknik terapi CBT menurut beberapa tokoh sebagai berikut :
1) Book dan Randal (2002), merekomendasikan farmakoterapi yang dikombinasikan dengan psikoterapi, yakni Cognitive Behavioral Therapy. Komponen Terapi Kognitif Perilaku yang direkomendasikannya antara lain : exposure, restrukturisasi kognitif, latihan relaksasi, dan pelatihan keterampilan sosial.
2) Feeney (2004), dalam 31 sesi terapinya menggunakan beberapa tehnik yakni: self-monitoring, restrukturisasi kognitif, relaksasi otot dan latihan pernafasan, exposure dan parodoxical intention.
3) Halford, Doolan, dan Eadie (2002), dalam mengatasi gangguan kecemasan dan depresi menggunakan psikoedukasi, mengajarkan strategi manajemen kecemasan, restrukturisasi kognitif, latihan relaksasi, pelatihan keterampilan komunikasi, penjadwalan aktivitas yang menyenangkan, dan exposure.
4) Karp dan Dugas (2003), menggunakan psikoedukasi, training problem solving, role play, kognitif re-evaluasi, fade-out dan relaps prevention. Tentunya disertai dengan masa follow-up setelah dua bulan pasca terapi. Semuanya terlaksana dalam 16 sesi terapi, selama 20 minggu.
5) Rector, Kocovski, dan Ryder (2006) untuk mengatasi kecemasan sosial dan ketidaknyamanan terhadap orang lain menerapkan beberapa elemen tretmen, yakni: restrukturisasi kognitif atau downward arrow, exposure, pengurangan perilaku aman, dan pelatihan keterampilan sosial.
6) Suryaningrum (2006), menggunakan relaksasi, restrukturisasi kognitif, role-play dan in-vivo exposure dalam Cognitive Behavioral Therapy.
7) Westra dan Pheonix (2003) dalam penelitiannya terhadap dua gangguan kecemasan (salah satunya adalah pobia sosial), menggunakan psikoedukasi, latihan pernafasan, identifikasi pemikiran negatif dan exposure. Westra dan Pheonix juga menambahkan terapi peningkatan motivasi untuk klien yang berulangkali mengalami kegagalan dalam menjalani terapi.

Kesimpulan, skizofrenia merupakan salah satu dari diagnosis gangguan jiwa menurut Pedoman Penggolongan Diagnosis Gangguan Jiwa III (PPDGJ-III) dengan kode F20. Suatu sindrom dengan variasi penyebab banyak belum diketahui dan perjalanan penyakit tidak selalu bersifat kronik atau luas, serta jumlah akibat yang tergantung pada pertimbangan pengaruh genetik, fisik dan sosial budaya. Skizofrenia pada umumnya ditandai oleh penyimpangan yang fundamental dan karakteristik dari pikiran dan persepsi, serta oleh afek yang tidak wajar atau tumpul. Kesadaran yang jernih dan kemampuan intelektual biasanya tetap terpelihara, walaupun kemunduran kognitif tertentu dapat berkembang kemudian.

b. Simtom Skizofrenia.
Simtom skizofrenia dibagi menjadi 2 kelompok gejala yaitu : simtom positif dan simtom negatif.
1) Simtom Positif
Simtom positif meliputi; waham, halusinasi, dan katatonik.
Menurut Durand, dkk (2007) simtom positif skizofrenia merupakan tanda-tanda yang lebih jelas dari psikosis. Ini termasuk pengalaman delusi dan halusinasi yang menganggu. Pembicaraan yang tidak terorganisasi menjelaskan terjadinya proses pembicaraan menyimpang karena adanya masalah pada organisasi ide dan perkataan yang tidak dipahami oleh orang lain. Delusi merupakan keyakinan salah yang biasanya melibatkan kesalahan interpretasi pada persepsi atau pengalaman. Halusinasi merupakan gangguan persepsi yang membuat seseorang dapat melihat sesuatu atau mendengar suara yang tidak ada sumbernya, bisa berupa halusinasi pendengaran, penglihatan, penciuman, pengecapan dan perabaan. (Diagnostic and Statistik Manual of Mental Disorder / DSM-IV TR, 2000).
Delusi adalah gejala psikotik yang melibatkan gangguan isi pikiran dan adanya keyakinan yang kuat, yang merupakan misrepresentasi dari kenyataan (Durand, dkk, 2007). Waham atau delusi, yaitu kesalahan dalam menilai diri sendiri, atau keyakinan tentang isi pikirannya padahal tidak sesuai dengan kenyataan. Atau kenyataan yang telah terpaku/terpancang kuat dan tidak dapat dibenarkan berdasarkan fakta dan kenyataan tetapi tetap dipertahankan. Jika disuruh membuktikan berdasarkan akal sehatnya, tidak bisa. Atau disebut juga kepercayaan yang palsu dan sudah tidak dapat dikoreksi. Penyesatan pikiran (delusi) adalah kepercayaan yang kuat dalam menginterpretasikan sesuatu yang kadang berlawanan dengan kenyataan. Misalnya, pada penderita skizofrenia, lampu trafik di jalan raya yang berwarna merah kuning hijau, dianggap sebagai suatu isyarat dari luar angkasa. Beberapa penderita skizofrenia berubah menjadi seorang paranoid. Mereka selalu merasa sedang diamat-amati, diintai, atau hendak diserang.
Kegagalan berpikir mengarah kepada masalah dimana penderita skizofrenia tidak mampu memproses dan mengatur pikirannya. Kebanyakan penderita tidak mampu memahami hubungan antara kenyataan dan logika. Karena penderita skizofrenia tidak mampu mengatur pikirannya membuat mereka berbicara secara serampangan dan tidak bisa ditangkap secara logika. Ketidakmampuan dalam berpikir mengakibatkan ketidakmampuan mengendalikan emosi dan perasaan. Hasilnya, kadang penderita skizofrenia tertawa sendiri atau berbicara sendiri dengan keras tanpa memperdulikan sekelilingnya. Semua itu membuat penderita skizofrenia tidak bisa memahami siapa dirinya, tidak berpakaian, dan tidak bisa mengerti apa itu manusia. Dia juga tidak bisa mengerti kapan dia lahir, dimana dia berada, dan sebagainya.
Waham kebesaran adalah waham peningkatan kemampuan, kekuatan, pengetahuan, identitas, atau hubungan khusus dengan dewa atau orang terkenal. Waham merupakan anggapan tentang orang yang hypersensitif, dan mekanisme ego spesifik, reaksi formasi dan penyangkalan. Klien dengan waham, menggunakan mekanisme pertahanan reaksi formasi, penyangkalan dan proyeksi. Pada reaksi formasi, digunakan sebagai pertahanan melawan agresi, kebutuhan, ketergantungan dan perasaan cinta. Kebutuhan akan ketergantungan ditransformasikan menjadi kemandirian yang kokoh. Penyangkalan, digunakan untuk menghindari kesadaran akan kenyataan yang menyakitkan. Proyeksi digunakan untuk melindungi diri dari mengenal impuls yang tidak dapat diterima di dalam dirinya sendiri. Hypersensitivitas dan perasaan inferioritas, telah dihipotesiskan menyebabkan reaksi formasi dan proyeksi, waham kebesaran dan superioritas. Waham juga dapat muncul dari hasil pengembangan pikiran rahasia yang menggunakan fantasi sebagai cara untuk meningkatkan harga diri mereka yang terluka. Waham kebesaran merupakan regresi perasaan maha kuasa dari anak-anak, dimana perasaan akan kekuatan yang tidak dapat disangkal dan dihilangkan (Kaplan, dkk, 2010).
Macam-macam waham :
a) Waham kejar, yaitu keyakinan bahwa orang lain atau lingkungan memusuhi atau mencurigai dirinya. Misalnya merasa ada orang yang ingin membunuhnya, memata-matai, atau membicarakan kejelekannya.
b) Waham kebesaran (grandeur), yaitu keyakinan bahwa dirinya mempunyai kekuatan, kekuasaan, kedudukan, kekayaan berlimpah, pendidikan tinggi, atau kepandaian yang luar biasa. Misalnya seseorang yakin bahwa dirinya seorang raja.
c) Waham nihilistik, yaitu penyangkalan terhadap keberadaan dirinya atau lingkungan. Misalnya yakin bahwa dia sendiri sudah mati, dunia ini tidak ada, dan sebagainya.
d) Waham keagamaan, yaitu keyakinan yang berhubungan dengan keagamaan. Misalnya merasa dirinya seorang nabi; merasa dalam waktu 10 hari akan terjadi kiamat di suatu tempat.
e) Waham dosa, yaitu keyakinan pada dirinya bahwa ia telah melakukan dosa yang sangat besar dan tidak mungkin terampuni, karenanya ia bertanggung jawab atas kejadian-kejadian tertentu. Misalnya kematian orang tua diyakini akibat dosa yang diperbuatnya.
f) Waham pengaruh, yaitu keyakinan bahwa pikiran, emosi, atau tingkah lakunya dipengaruhi oleh kekuatan dari luar yang tidak terlihat atau ghaib.
g) Waham somatik atau hipokondrik, yaitu keyakinan bahwa keadaan tubuhnya sudah tidak mungkin benar atau sakit. Misalnya yakin bahwa ususnya telah busuk, di perutnya ada gajah, dan sebagainya.
h) Waham sakit, yaitu keyakinan bahwa seluruh atau sebagian tubuhnya sedang dilanda penyakit yang kronis.
i) Waham hubungan, yaitu interpretasi yang salah dari pembicaraan, kejadian, atau gerak-gerik yang dirasakan berhubungan langsung dengan dirinya.
Halusinasi adalah gejala-gejala psikotik dari gangguan perseptual di mana berbagai hal dilihat, didengar, atau diindra meskipun hal-hal itu tidak riil atau benar-benar ada (Durand, dkk, 2007).
Macam-macam halusinasi :
a) Halusinasi Pendengaran, misalnya; mendengar suara-suara yang berbisik, melengking, mendesir, bising, atau kata-kata. Ada suara terdengar ditelinga, sehingga terlihat bertengkar atau berbicara sendiri dengan suara tersebut. Mendengar suara yang berasal dari bagian atau dari dalam tubuh sendiri. Mendengar suara dari suatu tempat dekat atau jauh. Mendengar suara-suara yang menyuruh untuk melakukan sesuatu.
b) Halusinasi Penglihatan, misalnya; melihat sesuatu kejadian menakutkan atau mengerikan. Melihat kilatan cahaya, melihat sebuah bentuk tertentu, misal ular besar, bidadari, malaikat, hewan buas dan lain sebagainya.
c) Halusinasi Penciuman, misalnya; seolah-olah merasa mencium bau sesuatu. Merasa mencium bau kemenyan, sampah, kotoran, wangi-wangian disekitar kemanapun bergerak.
d) Halusinasi Pengecapan, misalnya; seolah-olah merasa mengecap sesuatu. Merasa lidah terlalu pahit, panas, asam, asin atau manis.
e) Halusinasi Perabaan, misalnya; seolah-olah merasa diraba, disentuh, ditiup, disinari, atau ada sesuatu yang bergerak di kulitnya.
f) Halusinasi Kinestik, misalnya; seolah-olah badan bergerak dalam sebuah ruang. Anggota badan bergerak-gerak tanpa berhenti.
g) Halusinasi Viseral, misalnya; ada perasaan tertentu dalam tubuh.
h) Halusinasi Hipnagogik, misalnya; merasa terjadi sesuatu dimana tepat sebelumnya tertidur, persepsi atau tanggapan sensorik yang bekerja salah.
i) Halusinasi Hipnopompik, misalnya; halusinasi (mendengar atau melihat sesuatu) yang terjadi atau dialami tepat sebelum terbangun dari tidur.
j) Halusinasi Histerik, misalnya; sering timbul konflik emosional, marah-marah, sedih, tertawa-tawa tanpa sebab yang jelas.
k) Depersonalisasi, misalnya; perasaan aneh tentang diri sendiri. Perasaan bahwa kepribadian sudah tidak seperti dulu lagi, tidak menurut kenyataan. Merasa seperti diluar badan atau sebagian tubuh sudah bukan kepunyaan diri sendiri lagi.
l) Derealisasi, misalnya; perasaan aneh tentang lingkungan sekitar dan tidak menuruti kenyataan. Perasaan terhadap sesuatu yang dialami seperti mimpi.

Halusinasi selalu terjadi saat rangsangan terlalu kuat dan otak tidak mampu menginterpretasikan dan merespon pesan atau rangsangan yang datang. Penderita skizofrenia mungkin mendengar suara-suara atau melihat sesuatu yang sebenarnya tidak ada, atau mengalami suatu sensasi yang tidak biasa pada tubuhnya. Auditory hallucinations, gejala yang biasanya timbul, yaitu penderita merasakan ada suara dari dalam dirinya. Kadang suara itu dirasakan menyejukkan hati, memberi kedamaian, tapi kadang suara itu menyuruhnya melakukan sesuatu yang sangat berbahaya, seperti bunuh diri.
Perilaku pasien yang teramati : menyeringai atau tertawa yang tidak sesuai, menggerakkan bibirnya tanpa menimbulkan suara, gerakan mata yang cepat, respon verbal yang lamban, diam dan dipenuhi oleh sesuatu yang mengasyikkan. Condemning (secara umum halusinasi menjijikkan). Karakteristik : pengalaman sensori bersifat menjijikkan dan menakutkan, orang yang berhalusinasi mulai merasa kehilangan kendali dan berusaha untuk menjauhkan dirinya dari sumber yang dipersepsikan, individu mungkin merasa malu karena pengalaman sensorinya dan menarik diri dari orang lain (nonpsikotik).
Perilaku pasien yang teramati : peningkatan saraf otonom yang menunjukan ansietas misalnya peningkatan nadi, pernapasan dan tekanan darah, penyempitan kemampuan konsentrasi, dipenuhi dengan pengalaman sensori dan mungkin kehilangan kemampuan untuk membedakan halusinasi dengan realitas. Controling (pengalaman sensori menjadi penguasa). Orang yang berhalusinasi menyerah untuk melawan pengalaman halusinasinya dan membiarkan halusinasi menguasai dirinya, isi halusinasi dapat berupa permohonan, individu mungkin mengalami kesepian jika pengalaman sensori tersebut berakhir. Perilaku pasien yang teramati : lebih cenderung mengikuti petunjuk yang diberikan oleh halusinasinya daripada menolaknya, kesulitan dalam berhubungan dengan orang lain, rentang perhatian hanya beberapa menit atau detik, gejala fisik dan kecemasan berat seperti berkeringat, tremor, ketidakmampuan mengikuti petunjuk.
Pengalaman sensori mungkin menakutkan jika individu tidak mengikuti perintah, halusinasi bisa berlangsung dalam beberapa jam atau hari apabila tidak ada intervensi terapeutik. Perilaku pasien yang teramati : perilaku menyerang atau teror seperti panik, sangat potensial melakukan bunuh diri atau membunuh orang lain, kegiatan fisik merefleksikan isi halusinasi seperti amuk, agitasi, menarik diri, atau kataton, tidak mampu berespon terhadap lebih dari satu orang.
Katatonik adalah salah satu jenis skizofrenia yang ditandai dengan hendaya yang jelas dalam perilaku motorik dan perlambatan aktivitas yang berkembang menjadi stupor namun mungkin berubah secara tiba-tiba menjadi fase agitasi. Orang-orang dengan skizofrenia katatonik mungkin dapat menunjukkan bentuk perangai atau seringai yang tidak biasa, atau mempertahankan postur yang aneh, tampak kuat selama berjam-jam meskipun tungkai mereka menjadi kaku atau membengkak. Ciri yang mengejutkan namun kurang umum adalah waxy flexibility, yang menampilkan posisi tubuh yang tetap, sebagaimana posisi yang telah dipaparkan oleh orang lain terhadap mereka. Mereka tidak akan merespons pertanyaan atau komentar selama masa tersebut, yang dapat berlangsung selama berjam-jam. Bagaimanapun sesudahnya mereka mungkin mengatakan mendengar apa yang dikatakan oleh orang lain selama masa itu (Nevid, dkk, 2005).
2) Simtom Negatif
Simtom negatif meliputi; perubahan proses pikir, gangguan emosi, kemauan, dan otisme. Menurut Durand, dkk (2007) simtom negatif terdiri dari avolition, alogia, anhedonia, afek datar, disorganized speech dan inappropriate. Avolition adalah sikap apati atau ketidakmampuan untuk memulai atau mempertahankan kegiatan-kegiatan penting. Alogia adalah defisiensi dalam jumlah atau isi pembicaraan, gangguan yang sering terlihat pada penderita skizofrenia. Anhedonia adalah ketidakmampuan untuk mengalami kesenangan, yang terkait dengan beberapa gangguan suasana perasaan dan gangguan skizofrenik. Afek datar adalah tingkah laku yang tampak tanpa emosi (termasuk cara berbicara yang tanpa nada dan tatapan mata kosong) saat ia mestinya bereaksi. Disorganized Speech (disorganisasi dalam pembicaraan). Gaya bicara yang sering terlihat pada penderita skizofrenia, termasuk inkoherensi dan ketiadaan pola logika yang wajar. Inappropriate affect (afek yang tidak pas). Ekspresi emosional yang tidak sesuai dengan situasinya.

c. Tipe Skizoprenia.
Skizofrenia dibagi menjadi beberapa tipe, yaitu simplek, hebefrenik, katatonik, paranoid, tak terinci, residual (Maslim, 2000).
d. Skizofrenia Paranoid.
Skizofrenia paranoid merupakan salah satu tipe dari enam jenis skizofrenia dalam Pedoman Penggolongan Diagnosis Gangguan Jiwa III (PPDGJ-III) diberi kode diagnosis F20.0. Skizofrenia Paranoid merupakan gangguan psikotik yang merusak yang dapat melibatkan gangguan yang khas dalam berpikir (delusi), persepsi (halusinasi), pembicaraan, emosi dan perilaku. Keyakinan irasional bahwa dirinya seorang yang penting (delusi grandeur) atau isi pikiran yang menunjukkan kecurigaan tanpa sebab yang jelas, seperti bahwa orang lain bermaksud buruk atau bermaksud mencelakainya. Para penderita skizofrenia tipe paranoid secara mencolok tampak berbeda karena delusi dan halusinasinya, sementara keterampilan kognitif dan afek mereka relatif utuh. Mereka pada umumnya tidak mengalami disorganisasi dalam pembicaraan atau afek datar. Mereka biasanya memiliki prognosis yang lebih baik dibandingkan penderita tipe skizofrenia lainnya, Durand, dkk (2007).
Ciri utama skizofrenia tipe paranoid ini adalah adanya waham yang mencolok atau halusinasi auditorik dalam konteks terdapatnya fungsi kognitif dan afek yang relatif masih terjaga, sedangkan katatonik relatif tidak menonjol. Waham biasanya adalah waham kejar atau waham kebesaran, atau keduanya, tetapi waham dengan tema lain (misalnya waham cemburu, keagamaan, atau somatisasi) mungkin juga muncul. Halusinasi juga biasanya berkaitan dengan tema wahamnya, (Arif, 2006).

e. Kriteria Diagnostik Skizofrenia Paranoid.
Memenuhi kriteria umum diagnosis skizofrenia yaitu harus ada sedikitnya satu gejala berikut ini yang amat jelas (dan biasanya dua gejala atau lebih, bila gejala-gejala itu kurang tajam atau kurang jelas) :
1) “Thought echo” = isi pikiran dirinya sendiri yang berulang atau bergema dalam kepalanya (tidak keras), dan isi pikiran ulangan, walaupun isinya. “Thought insertion or withdrawal” = isi pikiran yang asing dari luar masuk ke dalam pikirannya (insertion) atau pikirannya diambil keluar oleh sesuatu dari luar dirinya (withdrawal), dan “Thought broadcasting” = isi pikirannya tersiar ke luar sehingga orang lain atau umum mengetahuinya.
2) “Delusion of control” = waham tentang dirinya dikendalikan oleh suatu kekuatan tertentu dari luar, atau “delusion of influence” = waham tentang dirinya dipengaruhi oleh suatu kekuatan tertentu dari luar, atau “delusion of passivity” = waham tentang dirinya tidak berdaya dan pasrah terhadap sesuatu kekuatan dari luar, (tentang “dirinya” = secara jelas merujuk ke pergerakan tubuh atau anggota gerak atau ke pikiran, tindakan, atau penginderaan khusus). “Delusional perception”= pengalaman inderawi yang tak wajar, yang bermakna sangat khas bagi dirinya, biasanya bersifat mistik atau mukjizat.
3) Halusinasi auditorik : suara halusinasi yang berkomentar secara terus menerus terhadap perilaku pasien, atau mendiskusikan perihal pasien di antara mereka sendiri (di antara berbagai suara yang berbicara), atau jenis suara halusinasi lain yang berasal dari salah satu bagian tubuh.
4) Waham-waham menetap jenis lainnya, yang menurut budaya setempat dianggap tidak wajar dan sesuatu yang mustahil, misalnya perihal keyakinan agama atau politik tertentu, atau kekuatan dan kemampuan di atas manusia biasa (misalnya mampu mengendalikan cuaca, atau berkomunikasi dengan mahluk asing dari dunia lain).
Atau paling sedikit dua gejala dibawah ini yang harus selalu ada secara jelas:
5) Halusinasi yang menetap dari panca-indera apa saja, apabila disertai baik oleh waham yang mengambang maupun yang setengah berbentuk tanpa kandungan afektif yang jelas, ataupun disertai oleh ide-ide berlebihan (over-valued ideas) yang menetap, atau apabila terjadi setiap hari selama berminggu-minggu atau berbulan-bulan terus menerus.
6) Arus pikiran yang terputus (break) atau yang mengalami sisipan (interpolation), yang berakibat inkoherensi atau pembicaraan yang tidak relevan, atau neologisme.
7) Perilaku katatonik, seperti keadaan gaduh-gelisah (excitement), posisi tubuh tertentu (posturing), atau fleksibilitas cerea, negativisme, mutisme, dan stupor.
8) Simtom-simtom “negatif”, seperti sikap sangat apatis, bicara yang jarang, dan respon emosional yang menumpul atau tidak wajar, biasanya yang mengakibatkan penarikan diri dari pergaulan sosial dan menurunnya kinerja sosial; tetapi harus jelas bahwa semua hal tersebut tidak disebabkan oleh depresi atau medikasi neuroleptika.
Sebagai tambahan halusinasi atau waham harus menonjol : suara-suara halusinasi yg mengancam pasien atau memberi perintah, atau halusinasi auditorik. Halusinasi pembauan atau pengecapan rasa, atau bersifat seksual, atau lain-lain perasaan tubuh, halusinasi visual mungkin ada tetapi jarang menonjol. Waham hampir setiap jenis, seperti ; waham dikendalikan, waham kejar, waham curiga yang paling khas. Gangguan afektif, dorongan kehendak dan pembicaraan, serta gejala katatonik secara relatif tidak menonjol.
Adanya gejala-gejala khas tersebut diatas telah berlangsung selama kurun waktu satu bulan atau lebih (tidak berlaku untuk setiap fase nonpsikotik prodromal).
Harus ada suatu perubahan yang konsisten dan bermakna dalam mutu keseluruhan (overall quality) dari beberapa aspek perilaku pribadi (personal behaviour), bermanifestasi sebagai hilangnya minat, hidup tak bertujuan, tidak berbuat sesuatu, sikap larut dalam diri (self-absorbed attitude), dan penarikan diri secara sosial.

Kamis, 14 April 2011

PENCEGAHAN DAN PENANGANAN GANGGUAN BICARA

Assalaamu'alaikum wr. wb.


Rekan Syarkoni, S.Psi,

Waktu sedang browsing saya menemukan sebuah artikel menarik yang
berkaitan dengan manfaat mendongeng untuk anak. Ternyata mendongeng
bisa digunakan sebagai terapi untuk berbagai permasalahan anak lho...
Di antaranya untuk trauma (bencana, kecelakaan dan kejadian tidak
enak lainnya), untuk anak autis, untuk anak dengan keterlambatan
bicara, dan lain-lain.

Salah satu yang pandang cukup umum adalah keterlambatan bicara,
sebuah kondisi yang cukup membuat cemas orang tua yang memiliki
balita. Saya kutip artikelnya sebagian ya yang berkaitan dengan
mendongeng, versi komplitnya cukup panjang, bisa dibaca dengan
meng-klik link di bagian bawah artikel ini. Semoga cuplikan ini
bermanfaat...


PENCEGAHAN DAN PENANGANAN GANGGUAN BICARA



MENYUSUI (wow.. ini bagian yang sangat menarik buat saya, karena
siapa sangka kegiatan sederhana seperti menyusui bisa mencegah
keterlambatan bicara? -komen pengutip)


Selain ASI mengandung komponen-komponen yang baik untuk
perkembangan otak, misalnya DHA, proses menyusui ternyata juga
memasukkan unsur-unsur interaksi. Tidak mungkin Anda menyusui si
kecil dengan melamun saja kan? Biasanya, Anda menikmati apa yang
sedang terjadi sambil membelai perlahan si kecil dan melakukan
kontak mata. Sebaliknya, si kecil pun asyik memperhatikan wajah ibu
tercinta. Itu semua adalah dasar komunikasi. Jadi, sebisa mungkin,
susuilah bayi Anda. Karena, dengan segala manfaat menyusui, apa
yang Anda lakukan itu benar-benar investasi yang besar bagi si
kecil. Termasuk, dalam perkembangan bicaranya.


TINDAKAN YANG DAPAT DILAKUKAN ORANG TUA

1. Semakin dini orang tua menstimulasi anaknya dengan cara
mengajaknya bercakap-cakap dan menunjukkan sikap yang mendorong
munculnya respon dari si anak, maka sang anak akan semakin dini
pula tertarik untuk belajar bicara. Tidak hanya itu, kualitas
percakapan dan bicaranya juga akan lebih baik. Jadi, teruslah
mengajak anak Anda bercakap-cakap sejak hari pertama kelahirannya.


2. Jalinlah komunikasi dengan dihiasi oleh senyum Anda, pelukan,
dan perhatian. Dengan demikian anak Anda akan termotivasi untuk
berusaha memberikan responnya.


3. Tunjukkanlah selalu kasih sayang melalui peluk-cium, dan
kehangatan yang bisa dirasakan melalui intonasi suara Anda. Dengan
demikian, Anda menstimulasi terjalinnya ikatan emosional yang erat
antara Anda dengan anak Anda sekaligus membesarkan hatinya.


4. Selama menjalin komunikasi dengan anak Anda, jangan lupa untuk
melakukan kontak mata secara intensif karena dari pandangan mata
tersebutlah anak bisa merasakan perhatian, kasih sayang, cinta, dan
pengertian. Jika sedang bicara, tataplah matanya dan jangan malah
membelakangi dia.


5. Jika anak Anda menangis, jangan didiamkan saja. Selama ini
banyak beredar pandangan keliru, bahwa jika bayi menangis sebaiknya
didiamkan saja supaya nantinya tidak manja dan bau tangan. Padahal,
satu-satunya cara seorang bayi baru lahir untuk mengomunikasikan
keinginan dan kebutuhannya (haus, lapar, kedinginan, kepanasan,
kebutuhan emosional, kelelahan, kebosanan) dia adalah melalui
tangisan.

Jadi, jika tangisannya tidak Anda pedulikan, lama-lama
dia akan frustasi karena kebutuhannya terabaikan. Yang harusnya
Anda lakukan adalah memberinya perlakuan seperti yang dibutuhkannya
saat ia menangis. Untuk itu, kita sebagai orang tua haruslah
belajar memahami dan mengerti bahasa isyaratnya. Tidak ada
salahnya, jika Anda seakan-akan bertanya padanya, seperti :"Rupanya
ada sesuatu yang kamu inginkan... coba biar Ibu lihat...".


6. Untuk bisa berbicara, seorang anak perlu latihan mekanisme
berbicara melalui latihan gerakan mulut, lidah, bibir. Sebenarnya,
aktivitas menghisap, menjilat, menyemburkan gelembung dan mengunyah
merupakan kemampuan yang diperlukan. Oleh sebab itu, latihlah anak
Anda baik dengan permainan maupun dengan makanan.


7. Sering-seringlah menyanyikan lagu untuk anak Anda dengan
lagu-lagu anak-anak yang sederhana dan lucu, secara berulang dengan
penekanan pada ritme dan pengucapannya. Bernyanyilah dengan
diselingi permainan-permainan yang bernada serta menarik. Jadi,
luangkan lah waktu Anda untuk terlibat dalam kegiatan menarik
seperti itu agar kemampuan bicara dan berbahasa anak Anda lebih
berkembang.


8. Salah satu cara seorang anak berkomunikasi di usia ini adalah
melalui tertawa. Oleh sebab itu, sering-seringlah bercanda
dengannya, tertawa, membuat suara-suara dan ekspresi lucu agar
kemampuan komunikasi dan interaksinya meningkat dan mendorong
tumbuhnya kemampuan bahasa dan bicara.


9. Setiap bayi yang baru lahir, mereka akan belajar melalui
pembiasaan atau pun pengulangan suatu pola, kegiatan, nama atau
peristiwa. Melalui mekanisme ini Anda mulai bisa mengenalkan
kata-kata yang bermakna pada anak pada saat melakukan aktivitas
rutin, seperti : pada waktu mau makan, Anda bisa katakan
"nyam-nyam".


10. Jadilah model yang baik untuk anak Anda terutama pada masa ini
lah mereka mulai belajar meniru kata-kata yang didengarnya dan
mengucapkannya kembali. Ucapkan kata-kata dan kalimat Anda secara
perlahan, jelas dengan disertai tindakan (agar anak tahu artinya
atau korelasinya antara kata yang Anda ucapkan dengan tindakan
kongkritnya), dan jangan lupa, bahasa tubuh dan ekspresi wajah Anda
juga harus pas.


11. Anak Anda akan belajar bicara dengan bahasa yang tidak jelas
bagi Anda. Jadi, ini lah waktunya untuk Anda berdua (Anda dengan
anak) saling belajar untuk bisa saling memahami keinginan dan
maksud berdua. Jadikanlah kegiatan ini sebagai salah satu bentuk
permainan yang menyenangkan agar anak Anda tidak patah semangat
untuk terus mencoba mengucapkan secara pas dan jelas.

Namun, jika Anda malas memperhatikan "suaranya", apa yang
dimaksudnya, dan
tidak mengulangi suaranya, atau bahkan ekspresi wajah Anda membuat
dirinya jadi enggan mencoba, maka anak Anda akan merasa bahwa
"tidak memungkinkan baginya untuk mencoba mengekspresikan keinginan
karena orang dewasa tidak akan ada yang mengerti dan mau
mendengarkan".


12. Kadang-kadang, ikutilah gumamannya, namun, Anda juga perlu
mengucapkan kata secara benar. Jika suatu saat ia berhasil
mengucapkan suatu suku kata atau kata dengan benar, berilah pujian
yang disertai dengan pelukan, ciuman, tepuk tangan..dan sampaikan
padanya, "betapa pandainya dia".


13. Jika mengucapkan sebuah kata, sertailah dengan penjelasan
artinya. Lakukan hal ini terus menerus meski tidak semua
dimengertinya. Penjelasan bisa dilakukan misal dengan menunjukkan
gambar, gerakan, sikap tubuh, atau pun ekspresi.


14. Semakin mengenalkan anak Anda dengan berbagai macam suara,
bunyi, seperti misalnya suara mobil, motor, kucing, anjing, dsb.
Kenalkan pula pada suara-suara yang sering didengarnya sehari-hari,
seperti pintu terbuka-tertutup, suara air, suara angin berdesir di
pepohonan, kertas dirobek, benda jatuh, dsb.


15. Sering-seringlah membacakan buku-buku yang sangat sederhana
namun sarat dengan cerita yang menarik untuk anak dan gambar serta
warna yang "eye catching". Tunjukkan obyek-obyek yang terlihat di
buku, sebutkan namanya, jelaskan apa yang sedang dilakukannya,
bagaimana jalan ceritanya. Minta lah padanya untuk mengulang nama
yang Anda sebutkan, dan jangan lupa, berilah pujian jika ia
berhasil mengingat dan mengulang nama yang Anda sebutkan.


16. Jika sedang bersamanya, sebutkan nama-nama benda, warna dan
bentuk pada setiap obyek yang dilihatnya.


17. Anda mulai bisa mengenalkan dengan angka dengan kegiatan
seperti menghitung benda-benda sederhana yang sedang dibuat
permainan. Lakukan itu dalam suasana yang santai dan nyaman agar
anak tidak merasa ada tekanan keharusan untuk menguasai kemampuan
itu.


18. Mulailah mengenalkan anak Anda pada perbendaharaan kata yang
menerangkan sifat atau kualitas. Seperti "baik, indah, cantik,
dingin, banyak, sedikit, asin, manis, nakal, jelek, dsb. Caranya,
pada saat Anda mengucapkan suatu kata tertentu, sertailah dengan
kualitas tersebut, misalnya "anak baik, anak manis, anak pintar,
baju bagus, boneka cantik, anak nakal, roti manis", dsb.

19. Mulailah mengenalkan padanya kata-kata yang menerangkan keadaan
atau peristiwa yang terjadi : sekarang, besok, di sini, di sana,
kemarin, nanti, segera, dsb.


20. Anda juga bisa mengenalkannya kata-kata yang menunjukkan tempat
: di atas, di bawah, di samping, di tengah, di kiri, di kanan, di
belakang, di pinggir; Anda bisa melakukannya dengan menggunakan
contoh gerakan. Banyak model permainan yang dapat Anda gunakan
untuk menerangkan kata-kata tersebut, bahkan dengan permainan, akan
jauh lebih menyenangkan baginya dan bagi Anda.


21. Yang perlu Anda ingat, janganlah menyetarakan perkembangan anak
Anda dengan anak-anak lainnya karena tiap anak mempunyai dan
mengalami hambatan yang berbeda-beda. Jadi, jika anak Anda kurang
lancar dan fasih berbicara, janganlah kemudian menekannya untuk
lekas-lekas mengoptimalkan kemampuannya. Keadaan ini hanya akan
membuatnya stress.


22. Pada usia ini, anak Anda akan lebih senang bercakap-cakap
dengan anak-anak seusianya dari pada dengan orang dewasa. Oleh
sebab itu, akan baik jika ia banyak dikenalkan dengan anak-anak
seusianya dan dilibatkan pada lingkungan sosial yang bisa
memfasilitasi kemampuan sosial dan berkomunikasinya. Salah satu
tujuan para orang tua memasukkan anaknya dalam nursery school
adalah karena alasan tersebut, agar anaknya bisa mengembangkan
kemampuan komunikasi sekaligus sosialisasi. Meskipun demikian,
bahasa dan kata-kata yang diucapkan masih bersifat egosentris,
namun lama kelamaan akan lebih bersifat sosial seiring dengan
perkembangan usia dan keluasan jaringan sosialnya.


23. Sering-seringlah menceritakan cerita menarik pada anak Anda,
karena sebenarnya cerita juga merupakan media atau sarana untuk
mengekspresikan emosi, menamakan emosi yang disimpannya dalam hati,
dan belajar berempati. Dari kegiatan ini pula lah anak Anda tidak
hanya belajar berani mengekspresikan diri secara verbal tapi juga
belajar perilaku sosial.


1.    Ceritakan padanya cerita yang lebih kompleks dan kenalkan
beberapa kata-kata baru sambil menerangkan artinya. Lakukan ini
secara terus menerus agar ia dapat mengingatnya dan mengenalinya
dengan mudah ketika Anda mengulang cerita itu kembali di lain waktu.

2.    Hindari sikap mengkoreksi kesalahan pengucapan kata anak secara
langsung, karena itu akan membuatnya malu dan malah bisa mematahkan
semangatnya untuk belajar dan berusaha. Anda bisa mengulangi
kata-kata tersebut secara jelas seolah Anda mengkonfirmasi apa yang
dimaksudkannya. Dengan demikian, ia akan memahami kesalahannya
tanpa merasa harus malu.

3.    Pada usia ini, seorang anak sudah mulai bisa mengerti penjelasan
sederhana. Oleh sebab itu, Anda bisa mulai mencoba untuk
mengajaknya mendiskusikan soal-soal yang sangat sederhana; dan
tanyakan apa pendapatnya tentang persoalan itu. Dengan cara itu,
Anda melatih cara dan proses penyelesaian masalah pada anak Anda
setahap demi setahap. Hasil dari tukar pendapat itu sebenarnya juga
mempertinggi self-esteem anak karena ia merasa pendapatnya
didengarkan oleh orang dewasa.

4.    Mulailah mengeluarkan kalimat yang panjang dan kompleks, agar ia
mulai belajar meningkatkan kemampuannya dalam memahami kalimat.
Untuk mengetahui apakah ia memahami atau tidak, Anda bisa melihat
respon dan reaksinya; jika ia melakukan apa yang Anda inginkan,
dapat diartikan ia cukup mengerti kalimat Anda.

5.    Anak-anak sangat menyukai kegiatan berbisik karena hal itu
permainan mengasikkan buat mereka sebagai salah satu cara
mengekspresikan perasaan, dan keingintahuan.

6.    Pakailah cerita-cerita dongeng dan fabel yang sebenarnya
mencerminkan dunia anak kita dan memakainya sebagai suatu cara
untuk mengajarkan banyak hal tanpa menyinggung perasaannya. Dengan
mendongeng, Anda mengenalkan padanya konsep-konsep tentang
moralitas, nilai-nilai, sikap yang baik dan jahat, keadilan,
kebajikan dan pesan-pesan moral lainnya. Jadikanlah saat-saat
bersama anak Anda sebagai masa yang menyenangkan, ceria, santai dan
segar. Buatlah ini menjadi kebiasaan di waktu-waktu tertentu,
seperti sebelum tidur atau di waktu sore hari.
(Sumber :

NB : Ternyata media buku bisa jadi sangat membantu kan? (mulai
berjualan :D). Ada sebuah paket yang selama ini belum pernah saya
iklankan di sini, karena bukan termasuk paket utama. Tapi karena
saya menemukan artikel ini dan kebetulan cocok, jadi saya attach ya
gambarnya dan penjelasannya... kebetulan belum sempat saya unggah
ke situs saya. Harganya termasuk murah dibanding media MDS yang
lain, 720rb saja (disc 10% dari 800rb) saja untuk 70 cerita dalam
12 buku.

Selain itu juga ada paket hemat ILMA+HB (mengandung dongeng juga
lho..)
Hanya 3,555 jt saja (dari hargabiasa 4,530 jt). Info lengkapnya
bisa dilihat di
http://promo.bukuspesial.com. Gambarnya saya attach juga ya... Saya
tunggu sangat pemesanannya... kalau masih ada yang belum jelas
jangan sungkan menghubungi saya kembali...

Wassalaam,




Fitra, Book Advisor Mizan
Komp. Bojong Depok Baru 2, Cibinong, Bogor - 16913 INDONESIA
Mobile : 0818647776/021-26165055 Fax : 021-8756057