1. Skizofrenia
a. Pengertian Skizofrenia.
Menurut Nevid, dkk (2005) skizofrenia adalah gangguan psikotik menetap yang mencakup gangguan pada perilaku, pikiran, emosi dan persepsi. Menurut Kaplan, dkk (2010), skizofrenia adalah gangguan psikotik yang kronik, pada orang yang mengalaminya tidak dapat menilai realitas dengan baik dan pemahaman diri buruk.
Skizofrenia dengan onset masa anak-anak pada pengertiannya adalah sama dengan skizofrenia pada masa remaja dan masa dewasa. Walaupun jarang, skizofrenia pada anak-anak prapubertal ada sekurangnya dua hal berikut: halusinasi, waham, bicara atau perilaku yang jelas terdisorganisasi, dan menarik diri yang parah sekurang-kurangnya satu bulan. Disfungsi sosial dan akademik harus ada, dan tanda gangguan harus menetap terus-menerus selama sekurangnya enam bulan. (Kaplan, dkk 2010). Skizofrenia biasanya berkembang pada masa remaja akhir atau dewasa awal, tepat pada saat orang mulai keluar dari keluarga menuju ke dunia luar (Cowan & Kandel, Harrop & Trower), dikutif Nevid, dkk (2005). Orang yang mengidap skizofrenia semakin lama semakin terlepas dari masyarakat. Mereka gagal untuk berfungsi sesuai peran yang diharapkan sebagai pelajar, pekerja, atau pasangan, dan keluarga serta komunitas mereka menjadi kurang toleran terhadap perilaku mereka yang menyimpang. Gangguan ini biasa berkembang pada akhir masa remaja atau awal usia 20 tahun lebih, pada masa dimana otak sudah mencapai kematangan yang penuh. Pada sekitar tiga dari empat kasus, tanda-tanda pertama dari skizofrenia tampak pada usia 25 tahun (Keith, Regier & Rae) dikutif Nevid, dkk (2005).
Skizofrenia adalah penyakit yang mempengaruhi lingkup yang luas dari proses psikologis, mencakup kognisi, afek, dan perilaku. Orang-orang dengan skizofrenia menunjukkan kemunduran yang jelas dalam fungsi pekerjaan dan sosial. Mereka mungkin mengalami kesulitan mempertahankan pembicaraan, membentuk pertemanan, mempertahankan pekerjaan, atau memperhatikan kebersihan pribadi mereka. Namun demikian tidak ada satu pola perilaku yang unik pada skizofrenia, demikian pula tidak ada satu pola perilaku yang selalu muncul pada penderita skizofrenia. Penderita skizofrenia mungkin menunjukkan waham, masalah dalam pikiran asosiatif, dan halusinasi, pada satu atau lain waktu, namun tidak selalu semua tampil pada saat bersamaan. Juga terdapat perbedaan ragam atau jenis skizofrenia, dicirikan pada pola-pola perilaku yang berbeda (Navid, dkk, 2005).
Dalam beberapa kasus, skizofrenia menyerang manusia usia muda antara 15 hingga 30 tahun, tetapi serangan kebanyakan terjadi pada usia 40 tahun ke atas. Skizofrenia bisa menyerang siapa saja tanpa mengenal jenis kelamin, ras, maupun tingkat sosial ekonomi. Diperkirakan penderita skizofrenia sebanyak 1 % dari jumlah manusia yang ada di bumi.
Skizofrenia tidak bisa disembuhkan sampai sekarang. Tetapi dengan bantuan Psikiater dan obat-obatan, skizofrenia dapat dikontrol. Pemulihan memang kadang terjadi, tetapi tidak bisa diprediksikan. Dalam beberapa kasus, penderita menjadi lebih baik dari sebelumnya. Keringanan gejala selalu nampak dalam 2 tahun pertama setelah penderita diobati, dan berangsur-angsur menjadi jarang setelah 5 tahun pengobatan. Pada umur yang lanjut, di atas 40 tahun, kehidupan penderita skizofrenia yang diobati akan semakin baik, dosis obat yang diberikan akan semakin berkurang, dan frekuensi pengobatan akan semakin jarang.Peranan Psikolog juga sangat penting dan mendukung penanganan penderita skizofrenia melalui psikotherapy dengan CBT : Cognitive Behavior Therapy yang menggunakan berbagai teknik yang terdiri dari 25 macam teknik. Ada serangkaian teknik terapi CBT menurut beberapa tokoh sebagai berikut :
1) Book dan Randal (2002), merekomendasikan farmakoterapi yang dikombinasikan dengan psikoterapi, yakni Cognitive Behavioral Therapy. Komponen Terapi Kognitif Perilaku yang direkomendasikannya antara lain : exposure, restrukturisasi kognitif, latihan relaksasi, dan pelatihan keterampilan sosial.
2) Feeney (2004), dalam 31 sesi terapinya menggunakan beberapa tehnik yakni: self-monitoring, restrukturisasi kognitif, relaksasi otot dan latihan pernafasan, exposure dan parodoxical intention.
3) Halford, Doolan, dan Eadie (2002), dalam mengatasi gangguan kecemasan dan depresi menggunakan psikoedukasi, mengajarkan strategi manajemen kecemasan, restrukturisasi kognitif, latihan relaksasi, pelatihan keterampilan komunikasi, penjadwalan aktivitas yang menyenangkan, dan exposure.
4) Karp dan Dugas (2003), menggunakan psikoedukasi, training problem solving, role play, kognitif re-evaluasi, fade-out dan relaps prevention. Tentunya disertai dengan masa follow-up setelah dua bulan pasca terapi. Semuanya terlaksana dalam 16 sesi terapi, selama 20 minggu.
5) Rector, Kocovski, dan Ryder (2006) untuk mengatasi kecemasan sosial dan ketidaknyamanan terhadap orang lain menerapkan beberapa elemen tretmen, yakni: restrukturisasi kognitif atau downward arrow, exposure, pengurangan perilaku aman, dan pelatihan keterampilan sosial.
6) Suryaningrum (2006), menggunakan relaksasi, restrukturisasi kognitif, role-play dan in-vivo exposure dalam Cognitive Behavioral Therapy.
7) Westra dan Pheonix (2003) dalam penelitiannya terhadap dua gangguan kecemasan (salah satunya adalah pobia sosial), menggunakan psikoedukasi, latihan pernafasan, identifikasi pemikiran negatif dan exposure. Westra dan Pheonix juga menambahkan terapi peningkatan motivasi untuk klien yang berulangkali mengalami kegagalan dalam menjalani terapi.
Kesimpulan, skizofrenia merupakan salah satu dari diagnosis gangguan jiwa menurut Pedoman Penggolongan Diagnosis Gangguan Jiwa III (PPDGJ-III) dengan kode F20. Suatu sindrom dengan variasi penyebab banyak belum diketahui dan perjalanan penyakit tidak selalu bersifat kronik atau luas, serta jumlah akibat yang tergantung pada pertimbangan pengaruh genetik, fisik dan sosial budaya. Skizofrenia pada umumnya ditandai oleh penyimpangan yang fundamental dan karakteristik dari pikiran dan persepsi, serta oleh afek yang tidak wajar atau tumpul. Kesadaran yang jernih dan kemampuan intelektual biasanya tetap terpelihara, walaupun kemunduran kognitif tertentu dapat berkembang kemudian.
b. Simtom Skizofrenia.
Simtom skizofrenia dibagi menjadi 2 kelompok gejala yaitu : simtom positif dan simtom negatif.
1) Simtom Positif
Simtom positif meliputi; waham, halusinasi, dan katatonik.
Menurut Durand, dkk (2007) simtom positif skizofrenia merupakan tanda-tanda yang lebih jelas dari psikosis. Ini termasuk pengalaman delusi dan halusinasi yang menganggu. Pembicaraan yang tidak terorganisasi menjelaskan terjadinya proses pembicaraan menyimpang karena adanya masalah pada organisasi ide dan perkataan yang tidak dipahami oleh orang lain. Delusi merupakan keyakinan salah yang biasanya melibatkan kesalahan interpretasi pada persepsi atau pengalaman. Halusinasi merupakan gangguan persepsi yang membuat seseorang dapat melihat sesuatu atau mendengar suara yang tidak ada sumbernya, bisa berupa halusinasi pendengaran, penglihatan, penciuman, pengecapan dan perabaan. (Diagnostic and Statistik Manual of Mental Disorder / DSM-IV TR, 2000).
Delusi adalah gejala psikotik yang melibatkan gangguan isi pikiran dan adanya keyakinan yang kuat, yang merupakan misrepresentasi dari kenyataan (Durand, dkk, 2007). Waham atau delusi, yaitu kesalahan dalam menilai diri sendiri, atau keyakinan tentang isi pikirannya padahal tidak sesuai dengan kenyataan. Atau kenyataan yang telah terpaku/terpancang kuat dan tidak dapat dibenarkan berdasarkan fakta dan kenyataan tetapi tetap dipertahankan. Jika disuruh membuktikan berdasarkan akal sehatnya, tidak bisa. Atau disebut juga kepercayaan yang palsu dan sudah tidak dapat dikoreksi. Penyesatan pikiran (delusi) adalah kepercayaan yang kuat dalam menginterpretasikan sesuatu yang kadang berlawanan dengan kenyataan. Misalnya, pada penderita skizofrenia, lampu trafik di jalan raya yang berwarna merah kuning hijau, dianggap sebagai suatu isyarat dari luar angkasa. Beberapa penderita skizofrenia berubah menjadi seorang paranoid. Mereka selalu merasa sedang diamat-amati, diintai, atau hendak diserang.
Kegagalan berpikir mengarah kepada masalah dimana penderita skizofrenia tidak mampu memproses dan mengatur pikirannya. Kebanyakan penderita tidak mampu memahami hubungan antara kenyataan dan logika. Karena penderita skizofrenia tidak mampu mengatur pikirannya membuat mereka berbicara secara serampangan dan tidak bisa ditangkap secara logika. Ketidakmampuan dalam berpikir mengakibatkan ketidakmampuan mengendalikan emosi dan perasaan. Hasilnya, kadang penderita skizofrenia tertawa sendiri atau berbicara sendiri dengan keras tanpa memperdulikan sekelilingnya. Semua itu membuat penderita skizofrenia tidak bisa memahami siapa dirinya, tidak berpakaian, dan tidak bisa mengerti apa itu manusia. Dia juga tidak bisa mengerti kapan dia lahir, dimana dia berada, dan sebagainya.
Waham kebesaran adalah waham peningkatan kemampuan, kekuatan, pengetahuan, identitas, atau hubungan khusus dengan dewa atau orang terkenal. Waham merupakan anggapan tentang orang yang hypersensitif, dan mekanisme ego spesifik, reaksi formasi dan penyangkalan. Klien dengan waham, menggunakan mekanisme pertahanan reaksi formasi, penyangkalan dan proyeksi. Pada reaksi formasi, digunakan sebagai pertahanan melawan agresi, kebutuhan, ketergantungan dan perasaan cinta. Kebutuhan akan ketergantungan ditransformasikan menjadi kemandirian yang kokoh. Penyangkalan, digunakan untuk menghindari kesadaran akan kenyataan yang menyakitkan. Proyeksi digunakan untuk melindungi diri dari mengenal impuls yang tidak dapat diterima di dalam dirinya sendiri. Hypersensitivitas dan perasaan inferioritas, telah dihipotesiskan menyebabkan reaksi formasi dan proyeksi, waham kebesaran dan superioritas. Waham juga dapat muncul dari hasil pengembangan pikiran rahasia yang menggunakan fantasi sebagai cara untuk meningkatkan harga diri mereka yang terluka. Waham kebesaran merupakan regresi perasaan maha kuasa dari anak-anak, dimana perasaan akan kekuatan yang tidak dapat disangkal dan dihilangkan (Kaplan, dkk, 2010).
Macam-macam waham :
a) Waham kejar, yaitu keyakinan bahwa orang lain atau lingkungan memusuhi atau mencurigai dirinya. Misalnya merasa ada orang yang ingin membunuhnya, memata-matai, atau membicarakan kejelekannya.
b) Waham kebesaran (grandeur), yaitu keyakinan bahwa dirinya mempunyai kekuatan, kekuasaan, kedudukan, kekayaan berlimpah, pendidikan tinggi, atau kepandaian yang luar biasa. Misalnya seseorang yakin bahwa dirinya seorang raja.
c) Waham nihilistik, yaitu penyangkalan terhadap keberadaan dirinya atau lingkungan. Misalnya yakin bahwa dia sendiri sudah mati, dunia ini tidak ada, dan sebagainya.
d) Waham keagamaan, yaitu keyakinan yang berhubungan dengan keagamaan. Misalnya merasa dirinya seorang nabi; merasa dalam waktu 10 hari akan terjadi kiamat di suatu tempat.
e) Waham dosa, yaitu keyakinan pada dirinya bahwa ia telah melakukan dosa yang sangat besar dan tidak mungkin terampuni, karenanya ia bertanggung jawab atas kejadian-kejadian tertentu. Misalnya kematian orang tua diyakini akibat dosa yang diperbuatnya.
f) Waham pengaruh, yaitu keyakinan bahwa pikiran, emosi, atau tingkah lakunya dipengaruhi oleh kekuatan dari luar yang tidak terlihat atau ghaib.
g) Waham somatik atau hipokondrik, yaitu keyakinan bahwa keadaan tubuhnya sudah tidak mungkin benar atau sakit. Misalnya yakin bahwa ususnya telah busuk, di perutnya ada gajah, dan sebagainya.
h) Waham sakit, yaitu keyakinan bahwa seluruh atau sebagian tubuhnya sedang dilanda penyakit yang kronis.
i) Waham hubungan, yaitu interpretasi yang salah dari pembicaraan, kejadian, atau gerak-gerik yang dirasakan berhubungan langsung dengan dirinya.
Halusinasi adalah gejala-gejala psikotik dari gangguan perseptual di mana berbagai hal dilihat, didengar, atau diindra meskipun hal-hal itu tidak riil atau benar-benar ada (Durand, dkk, 2007).
Macam-macam halusinasi :
a) Halusinasi Pendengaran, misalnya; mendengar suara-suara yang berbisik, melengking, mendesir, bising, atau kata-kata. Ada suara terdengar ditelinga, sehingga terlihat bertengkar atau berbicara sendiri dengan suara tersebut. Mendengar suara yang berasal dari bagian atau dari dalam tubuh sendiri. Mendengar suara dari suatu tempat dekat atau jauh. Mendengar suara-suara yang menyuruh untuk melakukan sesuatu.
b) Halusinasi Penglihatan, misalnya; melihat sesuatu kejadian menakutkan atau mengerikan. Melihat kilatan cahaya, melihat sebuah bentuk tertentu, misal ular besar, bidadari, malaikat, hewan buas dan lain sebagainya.
c) Halusinasi Penciuman, misalnya; seolah-olah merasa mencium bau sesuatu. Merasa mencium bau kemenyan, sampah, kotoran, wangi-wangian disekitar kemanapun bergerak.
d) Halusinasi Pengecapan, misalnya; seolah-olah merasa mengecap sesuatu. Merasa lidah terlalu pahit, panas, asam, asin atau manis.
e) Halusinasi Perabaan, misalnya; seolah-olah merasa diraba, disentuh, ditiup, disinari, atau ada sesuatu yang bergerak di kulitnya.
f) Halusinasi Kinestik, misalnya; seolah-olah badan bergerak dalam sebuah ruang. Anggota badan bergerak-gerak tanpa berhenti.
g) Halusinasi Viseral, misalnya; ada perasaan tertentu dalam tubuh.
h) Halusinasi Hipnagogik, misalnya; merasa terjadi sesuatu dimana tepat sebelumnya tertidur, persepsi atau tanggapan sensorik yang bekerja salah.
i) Halusinasi Hipnopompik, misalnya; halusinasi (mendengar atau melihat sesuatu) yang terjadi atau dialami tepat sebelum terbangun dari tidur.
j) Halusinasi Histerik, misalnya; sering timbul konflik emosional, marah-marah, sedih, tertawa-tawa tanpa sebab yang jelas.
k) Depersonalisasi, misalnya; perasaan aneh tentang diri sendiri. Perasaan bahwa kepribadian sudah tidak seperti dulu lagi, tidak menurut kenyataan. Merasa seperti diluar badan atau sebagian tubuh sudah bukan kepunyaan diri sendiri lagi.
l) Derealisasi, misalnya; perasaan aneh tentang lingkungan sekitar dan tidak menuruti kenyataan. Perasaan terhadap sesuatu yang dialami seperti mimpi.
Halusinasi selalu terjadi saat rangsangan terlalu kuat dan otak tidak mampu menginterpretasikan dan merespon pesan atau rangsangan yang datang. Penderita skizofrenia mungkin mendengar suara-suara atau melihat sesuatu yang sebenarnya tidak ada, atau mengalami suatu sensasi yang tidak biasa pada tubuhnya. Auditory hallucinations, gejala yang biasanya timbul, yaitu penderita merasakan ada suara dari dalam dirinya. Kadang suara itu dirasakan menyejukkan hati, memberi kedamaian, tapi kadang suara itu menyuruhnya melakukan sesuatu yang sangat berbahaya, seperti bunuh diri.
Perilaku pasien yang teramati : menyeringai atau tertawa yang tidak sesuai, menggerakkan bibirnya tanpa menimbulkan suara, gerakan mata yang cepat, respon verbal yang lamban, diam dan dipenuhi oleh sesuatu yang mengasyikkan. Condemning (secara umum halusinasi menjijikkan). Karakteristik : pengalaman sensori bersifat menjijikkan dan menakutkan, orang yang berhalusinasi mulai merasa kehilangan kendali dan berusaha untuk menjauhkan dirinya dari sumber yang dipersepsikan, individu mungkin merasa malu karena pengalaman sensorinya dan menarik diri dari orang lain (nonpsikotik).
Perilaku pasien yang teramati : peningkatan saraf otonom yang menunjukan ansietas misalnya peningkatan nadi, pernapasan dan tekanan darah, penyempitan kemampuan konsentrasi, dipenuhi dengan pengalaman sensori dan mungkin kehilangan kemampuan untuk membedakan halusinasi dengan realitas. Controling (pengalaman sensori menjadi penguasa). Orang yang berhalusinasi menyerah untuk melawan pengalaman halusinasinya dan membiarkan halusinasi menguasai dirinya, isi halusinasi dapat berupa permohonan, individu mungkin mengalami kesepian jika pengalaman sensori tersebut berakhir. Perilaku pasien yang teramati : lebih cenderung mengikuti petunjuk yang diberikan oleh halusinasinya daripada menolaknya, kesulitan dalam berhubungan dengan orang lain, rentang perhatian hanya beberapa menit atau detik, gejala fisik dan kecemasan berat seperti berkeringat, tremor, ketidakmampuan mengikuti petunjuk.
Pengalaman sensori mungkin menakutkan jika individu tidak mengikuti perintah, halusinasi bisa berlangsung dalam beberapa jam atau hari apabila tidak ada intervensi terapeutik. Perilaku pasien yang teramati : perilaku menyerang atau teror seperti panik, sangat potensial melakukan bunuh diri atau membunuh orang lain, kegiatan fisik merefleksikan isi halusinasi seperti amuk, agitasi, menarik diri, atau kataton, tidak mampu berespon terhadap lebih dari satu orang.
Katatonik adalah salah satu jenis skizofrenia yang ditandai dengan hendaya yang jelas dalam perilaku motorik dan perlambatan aktivitas yang berkembang menjadi stupor namun mungkin berubah secara tiba-tiba menjadi fase agitasi. Orang-orang dengan skizofrenia katatonik mungkin dapat menunjukkan bentuk perangai atau seringai yang tidak biasa, atau mempertahankan postur yang aneh, tampak kuat selama berjam-jam meskipun tungkai mereka menjadi kaku atau membengkak. Ciri yang mengejutkan namun kurang umum adalah waxy flexibility, yang menampilkan posisi tubuh yang tetap, sebagaimana posisi yang telah dipaparkan oleh orang lain terhadap mereka. Mereka tidak akan merespons pertanyaan atau komentar selama masa tersebut, yang dapat berlangsung selama berjam-jam. Bagaimanapun sesudahnya mereka mungkin mengatakan mendengar apa yang dikatakan oleh orang lain selama masa itu (Nevid, dkk, 2005).
2) Simtom Negatif
Simtom negatif meliputi; perubahan proses pikir, gangguan emosi, kemauan, dan otisme. Menurut Durand, dkk (2007) simtom negatif terdiri dari avolition, alogia, anhedonia, afek datar, disorganized speech dan inappropriate. Avolition adalah sikap apati atau ketidakmampuan untuk memulai atau mempertahankan kegiatan-kegiatan penting. Alogia adalah defisiensi dalam jumlah atau isi pembicaraan, gangguan yang sering terlihat pada penderita skizofrenia. Anhedonia adalah ketidakmampuan untuk mengalami kesenangan, yang terkait dengan beberapa gangguan suasana perasaan dan gangguan skizofrenik. Afek datar adalah tingkah laku yang tampak tanpa emosi (termasuk cara berbicara yang tanpa nada dan tatapan mata kosong) saat ia mestinya bereaksi. Disorganized Speech (disorganisasi dalam pembicaraan). Gaya bicara yang sering terlihat pada penderita skizofrenia, termasuk inkoherensi dan ketiadaan pola logika yang wajar. Inappropriate affect (afek yang tidak pas). Ekspresi emosional yang tidak sesuai dengan situasinya.
c. Tipe Skizoprenia.
Skizofrenia dibagi menjadi beberapa tipe, yaitu simplek, hebefrenik, katatonik, paranoid, tak terinci, residual (Maslim, 2000).
d. Skizofrenia Paranoid.
Skizofrenia paranoid merupakan salah satu tipe dari enam jenis skizofrenia dalam Pedoman Penggolongan Diagnosis Gangguan Jiwa III (PPDGJ-III) diberi kode diagnosis F20.0. Skizofrenia Paranoid merupakan gangguan psikotik yang merusak yang dapat melibatkan gangguan yang khas dalam berpikir (delusi), persepsi (halusinasi), pembicaraan, emosi dan perilaku. Keyakinan irasional bahwa dirinya seorang yang penting (delusi grandeur) atau isi pikiran yang menunjukkan kecurigaan tanpa sebab yang jelas, seperti bahwa orang lain bermaksud buruk atau bermaksud mencelakainya. Para penderita skizofrenia tipe paranoid secara mencolok tampak berbeda karena delusi dan halusinasinya, sementara keterampilan kognitif dan afek mereka relatif utuh. Mereka pada umumnya tidak mengalami disorganisasi dalam pembicaraan atau afek datar. Mereka biasanya memiliki prognosis yang lebih baik dibandingkan penderita tipe skizofrenia lainnya, Durand, dkk (2007).
Ciri utama skizofrenia tipe paranoid ini adalah adanya waham yang mencolok atau halusinasi auditorik dalam konteks terdapatnya fungsi kognitif dan afek yang relatif masih terjaga, sedangkan katatonik relatif tidak menonjol. Waham biasanya adalah waham kejar atau waham kebesaran, atau keduanya, tetapi waham dengan tema lain (misalnya waham cemburu, keagamaan, atau somatisasi) mungkin juga muncul. Halusinasi juga biasanya berkaitan dengan tema wahamnya, (Arif, 2006).
e. Kriteria Diagnostik Skizofrenia Paranoid.
Memenuhi kriteria umum diagnosis skizofrenia yaitu harus ada sedikitnya satu gejala berikut ini yang amat jelas (dan biasanya dua gejala atau lebih, bila gejala-gejala itu kurang tajam atau kurang jelas) :
1) “Thought echo” = isi pikiran dirinya sendiri yang berulang atau bergema dalam kepalanya (tidak keras), dan isi pikiran ulangan, walaupun isinya. “Thought insertion or withdrawal” = isi pikiran yang asing dari luar masuk ke dalam pikirannya (insertion) atau pikirannya diambil keluar oleh sesuatu dari luar dirinya (withdrawal), dan “Thought broadcasting” = isi pikirannya tersiar ke luar sehingga orang lain atau umum mengetahuinya.
2) “Delusion of control” = waham tentang dirinya dikendalikan oleh suatu kekuatan tertentu dari luar, atau “delusion of influence” = waham tentang dirinya dipengaruhi oleh suatu kekuatan tertentu dari luar, atau “delusion of passivity” = waham tentang dirinya tidak berdaya dan pasrah terhadap sesuatu kekuatan dari luar, (tentang “dirinya” = secara jelas merujuk ke pergerakan tubuh atau anggota gerak atau ke pikiran, tindakan, atau penginderaan khusus). “Delusional perception”= pengalaman inderawi yang tak wajar, yang bermakna sangat khas bagi dirinya, biasanya bersifat mistik atau mukjizat.
3) Halusinasi auditorik : suara halusinasi yang berkomentar secara terus menerus terhadap perilaku pasien, atau mendiskusikan perihal pasien di antara mereka sendiri (di antara berbagai suara yang berbicara), atau jenis suara halusinasi lain yang berasal dari salah satu bagian tubuh.
4) Waham-waham menetap jenis lainnya, yang menurut budaya setempat dianggap tidak wajar dan sesuatu yang mustahil, misalnya perihal keyakinan agama atau politik tertentu, atau kekuatan dan kemampuan di atas manusia biasa (misalnya mampu mengendalikan cuaca, atau berkomunikasi dengan mahluk asing dari dunia lain).
Atau paling sedikit dua gejala dibawah ini yang harus selalu ada secara jelas:
5) Halusinasi yang menetap dari panca-indera apa saja, apabila disertai baik oleh waham yang mengambang maupun yang setengah berbentuk tanpa kandungan afektif yang jelas, ataupun disertai oleh ide-ide berlebihan (over-valued ideas) yang menetap, atau apabila terjadi setiap hari selama berminggu-minggu atau berbulan-bulan terus menerus.
6) Arus pikiran yang terputus (break) atau yang mengalami sisipan (interpolation), yang berakibat inkoherensi atau pembicaraan yang tidak relevan, atau neologisme.
7) Perilaku katatonik, seperti keadaan gaduh-gelisah (excitement), posisi tubuh tertentu (posturing), atau fleksibilitas cerea, negativisme, mutisme, dan stupor.
8) Simtom-simtom “negatif”, seperti sikap sangat apatis, bicara yang jarang, dan respon emosional yang menumpul atau tidak wajar, biasanya yang mengakibatkan penarikan diri dari pergaulan sosial dan menurunnya kinerja sosial; tetapi harus jelas bahwa semua hal tersebut tidak disebabkan oleh depresi atau medikasi neuroleptika.
Sebagai tambahan halusinasi atau waham harus menonjol : suara-suara halusinasi yg mengancam pasien atau memberi perintah, atau halusinasi auditorik. Halusinasi pembauan atau pengecapan rasa, atau bersifat seksual, atau lain-lain perasaan tubuh, halusinasi visual mungkin ada tetapi jarang menonjol. Waham hampir setiap jenis, seperti ; waham dikendalikan, waham kejar, waham curiga yang paling khas. Gangguan afektif, dorongan kehendak dan pembicaraan, serta gejala katatonik secara relatif tidak menonjol.
Adanya gejala-gejala khas tersebut diatas telah berlangsung selama kurun waktu satu bulan atau lebih (tidak berlaku untuk setiap fase nonpsikotik prodromal).
Harus ada suatu perubahan yang konsisten dan bermakna dalam mutu keseluruhan (overall quality) dari beberapa aspek perilaku pribadi (personal behaviour), bermanifestasi sebagai hilangnya minat, hidup tak bertujuan, tidak berbuat sesuatu, sikap larut dalam diri (self-absorbed attitude), dan penarikan diri secara sosial.
mas, klo boleh usul, tata letak tulisan anda menjadi membosankan. Padahal sebelumnya sy sangant ingin tahu mengenai gejala psikologis ini.
BalasHapustrims
Good !
BalasHapusThanks^^