Kamis, 22 Desember 2011

PSK : Pekerja Sek Komersial

Pekerja seks komersial adalah seseorang yang menjual jasanya untuk melakukan hubungan seksual untuk uang. Di Indonesia pelacur (pekerja seks komersial) sebagai pelaku pelacuran sering disebut sebagai sundal atau sundel. Ini menunjukkan bahwa prilaku perempuan sundal itu sangat begitu buruk hina dan menjadi musuh masyarakat, mereka kerap digunduli bila tertangkap aparat penegak ketertiban, Mereka juga digusur karena dianggap melecehkan kesucian agama dan mereka juga diseret ke pengadilan karena melanggar hukum. Pekerjaan melacur atau nyundal sudah dikenal di masyarakat sejak berabad lampau ini terbukti dengan banyaknya catatan tercecer seputar mereka dari masa kemasa. Sundal selain meresahkan juga mematikan, karena merekalah yang ditengarai menyebarkan penyakit AIDS akibat perilaku sex bebas tanpa pengaman bernama kondom.

Pelacur adalah profesi yang menjual jasa untuk memuaskan kebutuhan seksual pelanggan. Biasanya pelayanan ini dalam bentuk menyewakan tubuhnya. Di kalangan masyarakat Indonesia, pelacuran dipandang negatif, dan mereka yang menyewakan atau menjual tubuhnya sering dianggap sebagai sampah masyarakat. Ada pula pihak yang menganggap pelacuran sebagai sesuatu yang buruk, malah jahat, namun toh dibutuhkan (evil necessity). Pandangan ini didasarkan pada anggapan bahwa kehadiran pelacuran bisa menyalurkan nafsu seksual pihak yang membutuhkannya (biasanya kaum laki-laki); tanpa penyaluran itu, dikhawatirkan para pelanggannya justru akan menyerang dan memperkosa kaum perempuan baik-baik. Salah seorang yang mengemukakan pandangan seperti itu adalah Augustinus dari Hippo (354-430), seorang bapak gereja. Ia mengatakan bahwa pelacuran itu ibarat "selokan yang menyalurkan air yang busuk dari kota demi menjaga kesehatan warga kotanya. "Istilah pelacur sering diperhalus dengan pekerja seks komersial, wanita tuna susila, istilah lain yang juga mengacu kepada layanan seks komersial. Khusus laki-laki, digunakan istilah gigolo.  . 

Profesi PSK berasal dari kota Korintius, — pada masa Yunani kuno, pelacuran adalah industri utama kota tersebut. Lebih dari 1.000 wanita bekerja sebagai pelacur di kuil Aphrodite yang terletak di kota Porne. Tidak heran kota itu lalu menjadi tujuan utama tempat hiburan para pelaut pada masa itu. Dikemudian hari, kata Porne itu sendiri berarti pelacuran dalam bahasa Yunani. Dan dari kata inilah kita mengenal kata-kata ‘Porno’ dan istilah Pornografi.

Tetapi faktanya profesi ini sangat berkembang pesat, selain karena faktor dari jumlah wanita lebih besar dari laki-laki dengan perbandingan 1 : 7, juga karena faktor lain, terutama ekonomi. Sekitar 99% dari pekerja ini adalah dari kalangan kelas ekonomi rendah. Meskipun demikian ada juga hanya sekedar hobi dan have fun seperti yang sering dilakukan remaja SMA kota besar yang mempunyai kehidupan mewah dari orang tuanya. Sungguh ironi sekali, ditambah lagi yang berasal dari keluarga Muslim yang jelas jelas melarang keras perbuatan ini. Tetapi ini hanyalah sebagian kecil dari fakta yang ada di dunia ini, khsusnya di Indonesia.

Fakta lain yang perlu diketahui bahwa Indonesia adalah pemasok terbesar dari bisnis penjualan wanita se Asia Tenggara, Indonesia juga merupakan pemasok bayi keluar negeri yang lumayan besar (karena PSK hamil dan melahirkan diluar nikah). Sumber : brotherbuzz.blogspot.com/2010/.../asal-mula-profesi-psk-pelacur.ht.

Unik, Sekolah Khusus PSK-Seorang wanita mantan germo di Belanda mendirikan sekolah untuk belajar jadi pelacur. Nama sekolahnya adalah Hanky Panky School. Kurikulumnya disusun sedemikian rupa agar para lulusannya dapat menjalankan pekerjaannya lebih profesional dan tentunya bisa lebih banyak mendapat uang. Ia adalah Elene Vis (43). Elene membuka sekolahnya di Amsterdam beberapa waktu lalu yang menawarkan Ilmu Pemasaran Eksklusif.
“Anda boleh menyebutnya teknik pemasaran. Anda harus punya ketrampilan menjual, tak peduli yang Anda jual tubuh sendiri atau peralatan rumah tangga. Prinsipnya tetap saja sama,” kata Elene.
Belanda memang melegalkan industri seks sejak tahun 1988, beberapa lokalisasi di ibu kota menjadi tujuan utama wisatawan dalam dan luar negeri yang bisa menghasilkan jutaan euro per tahunnya. Sektor ini juga penyumbang cukai yang cukup besar bagi negara.
Elene mengatakan bahwa para pekerja seks komersial yang bekerja lewat agensinya boleh mendapat 6.000 Euro per bulannya, dengan hanya 40 jam kerja. Itulah sebabnya ia lalu mendirikan sekolah tersebut.

“Kami memberikan training untuk mendapatkan hidup yang lebih baik dan uang lebih banyak dari pekerjaan mereka,” katanya.
Dengan biaya 450 euro per orang, para ‘murid’ akan diberi perlajaran dalam bentuk tutorial dan video presentasi tentang berpikir positif dan teknik-teknik bercinta, termasuk ajaran Kama Sutra. Menurut Elene, cara berpikir positip dan rasa percaya diri amat penting untuk membuat klien lebih betah dan menghabiskan waktu lebih lama. “Seks 10 menit tidak akan menghasilkan banyak uang,” katanya.
Sumber: http://niponk.blogspot.com/2011/06/unik-sekolah-khusus-psk.html#ixzz1hGQzKT5F.

Di Indonesia berdasarkan analisis situasi yang dilakukan oleh seorang aktivis Hak-hak Anak, Mohammad Farid, pada tahun 1998, diperkirakan ada 40.000-70.000 anak-anak yang dilacurkan atau 30% dari jumlah PSK di Indonesia. UNDP mengestimasikan tahun 2003 diIndonesia terdapat 190 ribu hingga 270 ribu pekerja seksual komersial dengan 7 hingga 10 juta  pelanggan.

Gang Sadar ( Pusat Prostitusi Purwokerto)

Purwokerto bukan seperti kota besar seperti semarang, surabaya ataupun kota besar lainya, tapi purwokerto punya kesamaan dengan kota tersebut yaitu daerah PROSTITUSI yang terorganisir dan terpusat dan hal ini sudah menjadi rahasia umum bagi masyarakat purwokerto kalau di Semarang dan Yogyakarta ada Sarkem (pasar kembang) di Surabaya ada Doly maka di Purwokerto tak kalah saing ada GANG SADAR.

Letaknya yang berada di kawasan pariwisata Baturaden yang berhawa dingin seperti puncak bandung membuat Gang Sadar cepat dikenal, yang pasti kalau kamu berkunjung ke gang sadar kamu akan di sajikan wanita-wanita seksi mengumbar syahwat. tarifnyapun mungkin anda tak menduga bahwa purwokerto menyimpan banyak wanita pemuas nafsu dari yang berwajah sedang hingga yang paling cantik serta dengan tarif yang beragam mulai dari Rp.100ribu sampai dengan Rp.500ribu untuk shot time dan 1 juta hingga 5 juta rupiah untuk longtime. Sumber : http://www.gangsadar.com/2011/06/asal-usul-psk-dan-prostitusi-gang-sadar.html.


Di Palembang dulu ada namanya Kampung Baru atau di kenal dengan Teratai Putih, walaupun telah dinyatakan ditutup oleh pemerintah, kenyataannya secara tersembunyi masih ada.

Kisah Mia, PSK Surabaya Pengidap HIV : http://egi88.wordpress.com/2008/02/14/kisah-mia-psk-surabaya-pengidap-hiv/

Cerita Haru PSK ABG Kelas Tinggi : http://anamblog.com/cerita-haru-psk-abg-kelas-tinggi.html

Sejarah Asal Mula Maria Ozawa Dipanggil Miyabi-Maria Ozawa : http://niponk.blogspot.com/2011/06/sejarah-asal-mula-maria-ozawa-dipanggil.html?m=0#ixzz1hGUlLWK8

Pelacuran telah terjadi sepanjang sejarah manusia. Namun menelusuri sejarah pelacuran di Indonesia dapat dirunut mulai dari masa kerajaan-kerajaan Jawa, di mana perdagangan perempuan disaat itu merupakan bagian pelengkap dari sistem pemerintahan feodal (Hull; 1997:1-22).

Raja mempunyai kekuasaan penuh. Seluruh yang ada di atas Jawa, bumi dan seluruh kehidupannya, termasuk air, rumput, daun, dan segala sesuatunya adalah milik raja. Tugas raja pada saat itu adalah menetapkan hukum dan menegakkan keadilan; dan semua orang diharuskan mematuhinya tanpa terkecuali. Kekuasaan raja yang tak terbatas ini juga tercermin dari banyaknya selir yang dimilikinya. Beberapa orang selir tersebut adalah puteri bangsawan yang diserahkan kepada raja sebagai tanda kesetiaan. Sebagian lagi merupakan persembahan dari kerajaan lain, ada juga selir yang berasal dari lingkungan keluarganya dengan maksud agar keluarga tersebut mempunyai keterkaitan dengan keluarga istana.

Sebagian selir raja ini dapat meningkat statusnya karena melahirkan anak-anak raja. Perempuan yang dijadikan selir tersebut berasal dari daerah tertentu yang terkenal banyak mempunyai perempuan cantik dan memikat. Reputasi daerah seperti ini masih merupakan legenda sampai saat ini. Koentjoro (1989:3) mengidentifikasi 11 kabupaten di Jawa yang dalam sejarah terkenal sebagai pemasok perempuan untuk kerajaan; dan sampai sekarang daerah tersebut masih terkenal sebagai sumber wanita pelacur untuk daerah kota. Daerah-daerah tersebut adalah Kabupaten Indramayu, Karawang, dan Kuningan di Jawa Barat; Pati, Jepara, Grobogan dan Wonogiri di Jawa Tengah; serta Blitar, Malang, Banyuwangi dan Lamongan di Jawa Timur. Kecamatan Gabus Wetan di Indramayu terkenal sebagai sumber pelacur; dan menurut sejarah daerah ini merupakan salah satu sumber perempuan muda untuk dikirim ke istana Sultan Cirebon sebagai selir.(Hull,atal.1997:2).


Makin banyaknya selir yang dipelihara, menurut Hull, at al. (1997:2) bertambah kuat posisi raja di mata masyarakat. Dari sisi ketangguhan fisik, mengambil banyak selir berarti mempercepat proses reproduksi kekuasaan para raja dan membuktikan adanya kejayaan spiritual. Hanya raja dan kaum bangsawan dalam masyarakat yang mempunyai selir. Mempersembahkan saudara atau anak perempuan kepada bupati atau pejabat tinggi merupakan tindakan yang didorong oleh hasrat untuk memperbesar dan memperluas kekuasaan, seperti tercermin dari tindakan untuk memperbanyak selir. Tindakan ini mencerminkan dukungan politik dan keagungan serta kekuasaan raja. Oleh karena itu, status perempuan pada zaman kerajaan Mataram adalah sebagai upeti (barang antaran) dan sebagai selir.


Perlakuan terhadap perempuan sebagai barang dagangan tidak terbatas hanya di Jawa, kenyataan juga terjadi di seluruh Asia, di mana perbudakan, sistem perhambaan dan pengabdian seumur hidup merupakan hal yang biasa dijumpai dalam sistem feodal. Di Bali misalnya, seorang janda dari kasta rendah tanpa adanya dukungan yang kuat dari keluarga, secara otomatis menjadi milik raja. Jika raja memutuskan tidak mengambil dan memasukkan dalam lingkungan istana, maka dia akan dikirim ke luar kota untuk menjadi pelacur. Sebagian dari penghasilannya harus diserahkan kepada raja secara teratur (ENI, dalam Hull; 1997:3).


Bentuk industri seks yang lebih terorganisasi berkembang pesat pada periode penjajahan Belanda (Hull; 1997:3). Kondisi tersebut terlihat dengan adanya sistem perbudakan tradisional dan perseliran yang dilaksanakan untuk memenuhi kebutuhan seks masyarakat Eropa. Umumnya, aktivitas ini berkembang di daerah-daerah sekitar pelabuhan di Nusantara. Pemuasan seks untuk para serdadu, pedagang, dan para utusan menjadi isu utama dalam pembentukan budaya asing yang masuk ke Nusantara.


Dari semula, isu tersebut telah menimbulkan banyak dilema bagi penduduk pribumi dan non-pribumi. Dari satu sisi, banyaknya lelaki bujangan yang dibawa pengusaha atau dikirim oleh pemerintah kolonial untuk datang ke Indonesia, telah menyebabkan adanya permintaan pelayanan seks ini. Kondisi tersebut ditunjang pula oleh masyarakat yang menjadikan aktivitas memang tersedia, terutama karena banyak keluarga pribumi yang menjual anak perempuannya untuk mendapatkan imbalan materi dari para pelanggan baru (para lelaki bujangan) tersebut. Pada sisi lain, baik penduduk pribumi maupun masyarakat kolonial menganggap berbahaya mempunyai hubungan antar ras yang tidak menentu. Perkawinan antar ras umumnya ditentang atau dilarang, dan perseliran antar ras juga tidak diperkenankan. Akibatnya hubungan antar ras ini biasanya dilaksanakan secara diam-diam. Dalam hal ini, hubungan gelap (sebagai suami-istri tapi tidak resmi) dan hubungan yang hanya dilandasi dengan motivasi komersil merupakan pilihan yang tersedia bagi para lelaki Eropa. Perilaku kehidupan seperti ini tampaknya tidak mengganggu nilai-nilai sosial pada saat itu dan dibiarkan saja oleh para pemimpin mereka. (Hull; 1997:4).


Situasi pada masa kolonial tersebut membuat sakit hati para perempuan Indonesia, karena telah menempatkan mereka pada posisi yang tidak menguntungkan secara hukum, tidak diterima secara baik dalam masyarakat, dan dirugikan dari segi kesejahteraan individu dan sosial. Maka sekitar tahun 1600-an, pemerintah mengeluarkan peraturan yang melarang keluarga pemeluk agama Kristen mempekerjakan wanita pribumi sebagai pembantu rumah tangga dan melarang setiap orang mengundang perempuan baik-baik untuk berzinah. Peraturan tersebut tidak menjelaskan apa dan mana yang dimaksud dengan perempuan “baik-baik”. Pada tahun 1650, “panti perbaikan perempuan” (house of correction for women) didirikan dengan maksud untuk merehabilitasi para perempuan yang bekerja sebagai pemuas kebutuhan seks orang-orang Eropa dan melindungi mereka dari kecaman masyarakat. Seratus enam belas tahun kemudian, peraturan yang melarang perempuan penghibur memasuki pelabuhan “tanpa izin” menunjukkan kegagalan pelaksanaan rehabilitasi dan juga sifat toleransi komersialisasi seks pada saat itu (ENOI, dalam Hull; 1997:5).


Tahun 1852, pemerintah mengeluarkan peraturan baru yang menyetujui komersialisasi industri seks tetapi dengana serangkaian aturan untuk menghindari tindakan kejahatan yang timbul akibat aktivitas prostitusi ini. Kerangka hukum tersebut masih berlaku hingga sekarang. Meskipun istilah-istilah yang digunakan berbeda, tetapi hal itu telah memberikan kontribusi bagi penelaahan industri seks yang berkaitan dengan karakteristik dan dialek yang digunakan saat ini. Apa yang dikenal dengan wanita tuna susila (WTS) sekarang ini, pada waktu itu disebut sebagai “wanita publik” menurut peraturan yang dikeluarkan tahun 1852. Dalam peraturan tersebut, wanita publik diawasi secara langsung dan secara ketat oleh polisi (pasal 2). Semua wanita publik yang terdaftar diwajibkan memiliki kartu kesehatan dan secara rutin (setiap minggu) menjalani pemeriksaan kesehatan untuk mendeteksi adanya penyakit syphilis atau penyakit kelamin lainnya (pasal 8, 9, 10, 11).


Jika seorang perempuan ternyata berpenyakit kelamin, perempuan tersebut harus segera menghentikan praktiknya dan harus diasingkan dalam suatu lembaga (inrigting voor zieke publieke vrouwen) yang didirikan khusus untuk menangani perempuan berpenyakit tersebut. Untuk memudahkan polisi dalam menangani industri seks, para wanita publik tersebut dianjurkan sedapat mungkin melakukan aktivitasnya di rumah bordil. Sayangnya peraturan perundangan yang dikeluarkan tersebut membingungkan banyak kalangan pelaku di industri seks, termasuk juga membingungkan pemerintah. Untuk itu pada tahun 1858 disusun penjelasan berkaitan dengan peraturan tersebut dengan maksud untuk menegaskan bahwa peraturan tahun 1852 tidak diartikan sebagai pengakuan bordil sebagai lembaga komersil. Sebaliknya rumah pelacuran diidentifikasikan sebagai tempat konsultasi medis untuk membatasi dampak negatif adanya pelacuran. Meskipun perbedaan antara pengakuan dan persetujuan sangat jelas bagi aparat pemerintah, tapi tidak cukup jelas bagi masyarakat umum dan wanita publik itu sendiri. (Hull; 1997:5-6).


Dua dekade kemudian tanggung jawab pengawasan rumah bordil dialihkan dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah. Peraturan pemerintah tahun 1852 secara efektif dicabut digantikan dengan peraturan penguasa daerah setempat. Berkaitan dengan aktivitas industri seks ini, penyakit kelamin merupakan persoalan serius yang paling mengkhawatirkan pemerintah daerah. Tetapi terbatasnya tenaga medis dan terbatasnya alternatif cara pencegahan membuat upaya mengurangi penyebaran penyakit tersebut menjadi sia-sia (ENOI dalam Hull; 1997:6).


Pengalihan tanggung jawab pengawasan rumah bordil ini menghendaki upaya tertentu agar setiap lingkungan permukiman membuat sendiri peraturan untuk mengendalikan aktivitas prostitusi setempat. Di Surabaya misalnya, pemerintah daerah menetapkan tiga daerah lokalisasi di tiga desa sebagai upaya untuk mengendalikan aktivitas pelacuran dan penyebaran penyakit kelamin. Selain itu, para pelacur dilarang beroperasi di luar lokalisasi tersebut. Semua pelacur di lokalisasi ini terdaftar dan diharuskan mengikuti pemeriksaan kesehatan secara berkala (Ingleson dalam Hull; 1997:6).


Tahun 1875, pemerintah Batavia (kini Jakarta), mengeluarkan peraturan berkenaan dengan pemeriksaan kesehatan. Peraturan tersebut menyebutkan, antara lain bahwa para petugas kesehatan bertanggung jawab untuk memeriksa kesehatan para wanita publik. Para petugas kesehatan ini pada peringkat kerja ketiga (tidak setara dengan eselon III zaman sekarang yaitu kepala biro pada organisasi pemerintahan) mempunyai kewajiban untuk mengunjungi dan memeriksa wanita publik pada setiap hari Sabtu pagi. Sedangkan para petugas pada peringkat lebih tinggi (peringkat II) bertanggung jawab untuk mengatur wadah yang diperuntukkan bagi wanita umumnya yang sakit dan perawatan lebih lanjut. Berdasarkan laporan pada umumnya meskipun telah dikeluarkan banyak peraturan, aktivitas pelacuran tetap saja meningkat secara drastis pada abad ke-19, terutama setelah diadakannya pembenahan hukum agraria tahun 1870, di mana pada saat itu perekonomian negara jajahan terbuka bagi para penanam modal swasta (Ingleson dalam Hull; 1997:6).


Perluasan areal perkebunan terutama di Jawa Barat, pertumbuhan industri gula di Jawa Timur dan Jawa Tengah, pendirian perkebunan-perkebunan di Sumatera dan pembangunan jalan raya serta jalur kereta api telah merangsang terjadinya migrasi tenaga kerja laki-laki secara besar-besaran. Sebagian besar dari pekerja tersebut adalah bujangan yang akan menciptakan permintaan terhada aktivitas prostitusi. Selama pembanguna kereta api yang menghubungkan kota-kota di Jawa seperti Batavia, Bogor, Cianjur, Bandung, Cilacap, Yogyarakta dan Surabaya tahun 1884, tak hanya aktivitas pelacuran yang timbul untuk melayani para pekerja bangunan di setiap kota yang dilalui kereta api, tapi juga pembangunan tempat-tempat penginapan dan fasilitas lainnya meningkat bersamaan dengan meningkatnya aktivitas pembangunan konstruksi jalan kereta api. Oleh sebab itu dapat dimengerti mengapa banyak kompleks pelacuran tumbuh di sekitar stasiun kereta api hampir di setiap kota. Contohnya di Bandung, kompleks pelacuran berkembang di beberapa lokasi di sekitar stasiun kereta api termasuk Kebonjeruk, Kebontangkil, Sukamanah, dan Saritem.


Hull juga menambahkan, (1997:7) di Yogyakarta, kompleks pelacuran didirikan di daerah Pasarkembang, Balongan, dan Sosrowijayan. Di Surabaya, kawasan pelacuran pertama adalah di dekat Stasiun Semut dan di dekat pelabuhan di daerah Kremil, Tandes, dan Bangunsari. Sebagian besar dari kompleks pelacuran ini masih beroperasi sampai sekarang, meskipun peranan kereta api sebagai angkutan umum telah menurun dan keberadaan tempat-tempat penginapan atau hotel-hotel di sekitar stasiun kereta api juga telah berubah.
Dalam Al-Qur'an di bahas tentang Kejahatan berzina






  • Kejahatan menuduh orang lain berbuat zina
    • Hukum menuduh orang lain berbuat zina
      • Menuduh berzina adalah dosa besar: 24:4, 24:23
    • Sanksi menuduh orang lain berbuat zina
      • Mendera orang yang menuduh berzina: 24:4
      • Kesaksian penuduh zina tidak diterima: 24:4
      • Penuduh zina yang menyesal dan menarik kembali tuduhannya: 24:5


    • MOTIVASI DAN DAMPAK PSIKOLOGIS PEKERJA SEKS KOMERSIAL

      Diantara motif yang melatarbelakangi seseorang untuk menjadi PSK secara Biogenetis adalah; faktor pemenuhan kebutuhan ekonomi, motif kemewahan, dan motif kepuasan (sensasi seksual). Sedangkan secara Sosiogenetis adalah; akibat faktor kurangnya pendidikan, agama, serta tidak mempunyai skill khusus, sehingga menyebabkan mereka mudah terpengaruh (sugestable) dan tergiur pada ajakan teman PSK yang telah sukses dalam hal ekonomi. Diantara dampak psikologis yang di alami oleh PSK adalah; adanya perasaan minder, merasa harga dirinya rendah (hina), sering stress, merasa berdosa/bersalah, adanya perasaan cemas yang berlebihan, serta ketergantungan tehadap sesuatu.

      Pekerja seks komersial kebanyakan terjadi pada remaja yang diawali dengan terjadinyapergaulan kearah seks bebas.dimana menurut para ahli, alasan seorang remaja melakukanseks adalah sebagai berikut :
      1. Tekanan yang datang dari teman pergaulannya.
      2. Adanya tekanan dari pacar.
      3. Adanya kebutuhan badaniah.
      4. Rasa penasaran / Ingin tahu.
      5. Pelampiasan diri.
      Penyakit yang di timbulkan oleh perilaku PSK
      Infeksi menular seksual (IMS) disebut juga Penyakit Menular Seksual (PMS) atau dalam bahasa Inggrisnya Sexually Transmitted Disease (STDs), Sexually Transmitted Infection (STI) or Venereal Disease (VD). Dimana pengertian dari IMS ini adalah infeksi yang sebagian besar menular lewat hubungan seksual dengan pasangan yang sudah tertular. IMS disebut juga penyakit kelamin atau penyakit kotor. Namun ini hanya menunjuk pada penyakit yang ada di kelamin. Istilah IMS lebih luas maknanya, karena menunjuk pada cara penularannya (Ditjen PPM & PL, 1997).
      IMS atau Seksually Transmitted Disease adalah suatu gangguan atau penyakit yang ditularkan dari satu orang ke orang lain melalui kontak hubungan seksual. IMS yang sering terjadi adalah Gonorhoe, Sifilis, Herpes, namun yang paling terbesar diantaranya adalah AIDS, kaena mengakibatkan sepenuhnya pada kematian pada penderitanya. AIDS tidak bisa diobati dengn antibiotik (Zohra dan Rahardjo, 1999).
      Menurut Aprilianingrum (2002), Infeksi Menular Seksual (IMS) didefinisikan sebagai penyakit yang disebabkan karena adanya invasi organisme virus, bakteri, parasit dan kutu kelamin yang sebagian besar menular melalui hubungan seksual, baik yang berlainan jenis ataupun sesama jenis. http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/26200/4/Chapter%20II.pdf.





  • Jumat, 09 Desember 2011

    Konseling Keluarga dan Pengarahan pada Gay, Lesbian, Biseksual dan Klien Transender : Pertimbangan Ethika.

    Abstraksi :
    Pasangan, perkawinan, dan bentuk keunikan etika konselor keluarga dan tantangan praktek mereka dalam komitmen ganda terhadap pertumbuhan yang positif dan integritas dari beberapa individu dan system keluarga.
    Ini merupakan tantangan yang datang secara mendadak ketika bekerja dengan stigmatized dan populasi yang menekan seperti gay, lesbian, biseksual, dan orang-orang transender dan keluarga mereka.
     
    Sebuah gambaran singkat mengenai illustrasi kasus berbagai masalah etis untuk pasangan dan konselor keluarga yang bekerja dengan populasi klien tersebut.
    Kode etik dari International Association of Marriage dan Family counselors (Pernikahan dan konselor keluarga).  (IAMFC, 2001) dimaksudkan untuk menambah kode etika dan standar praktik American Counseling Association (ACA, 1997) dan untuk membantu anggota IAMFC "melindungi dan advokasi untuk pertumbuhan kesehatan dan perkembangan keluarga secara keseluruhan.
    Hal ini dapat dibuktikan dengan benar terutama ketika ada pertanyaan yang menanyakan, Apakah etika tanggung jawab IAMFC konselor keluarga ,siapa yang memberikan konseling pada gay, lesbian, biseksual, dan klien  transgendered (GLBT)  dan beberapa pasangan dan keluarga mereka atau mempertimbangkan isu pengarahan pada masalah populasi  ini ?
    Di luar pertimbangan yang berhubungan langsung dengan masalah keluarga, kebutuhan dan nilai-nilai yang berbeda, bias therapist, homophobia, heterosexism, ras, etnis, gender, penindasan budaya pada seksual minoritas, dan bentrokan agama dan nilai sekuler lebih menyulitkan gambaran klinis.
    Ringkasan Jurnal :
    Jurnal ini menceritakan tentang Marc yang datang bersama ayahnya kepada Paulus, seorang konselor di pusat konseling keluarga kristen.
    Paulus kembali ke program master masyarakat dan badan konseling kesehatan mental, mengambil studi yang independen dalam system keluarga selama program dan kemudian mengikuti beberapa pekan pelatihan dalam terapi keluarga.
    Paulus melihat Marc dan dengan keluarganya.
    Setelah tiga sesi pertemuan, Paulus mendiagnosa Marc dengan diagnosa klinis depresi (Marc menyangkal mengenai idea bunuh diri) dan kemungkinan adanya substansi yang berkaitan dengan masalah penyalahgunaan sebagai pemakai ganja.
    Pada pertemuan keenam, setiap sesi, Marc merasa cukup nyaman dan cukup percaya kepada konselornya untuk mengungkapkan perasaan-sex saat atraksi dan menyatakan
    kepercayaannya bahwa dia seorang gay.
    Marc tidak ingin orangtuanya tahu tentang penggunaan ganja itu atau tentang seksualitas.
    Paulus percaya tentang isu-isu seksualitas Marc's itu dan menggunakan narkoba harus dirawat di dalam system keluarga dan dalam konteks Kristen.
    Walaupun dia percaya homoseksualitas adalah dosa, Paulus juga sadar bahwa ia tidak boleh memaksakan nilai-nilai pribadinya pada Marc (IAMFC, 2001, Bagian I.F) dan ia harus berhati-hati bahwa interaksi dengan Marc tidak mencerminkan bentuk diskriminasi karena orientasi seksualitas Marc’s (IAMFC, 2001, Bagian I.G).
    Paul berbagi dengan Anda bahwa motivasi untuk memilih bekerja di mana berdasarkan keinginannya untuk membantu kliennya mencapai potensi secara penuh dan membantu mereka mengembangkan "philosophy pada maksud, tujuan dan arah hidup "(IAMFC, 2001, Bagian IE).
    Paulus menunjukkan pendekatan yang positif untuk hidup dan kehidupan yang berdasarkan ajaran Kristen. Penting untuk dicatat bahwa telah difokuskan Paulus terutama pada seksualitas Marc’s. Paulus cenderung untuk melihat homoseksualitas sebagai akar masalah pada seksual minoritas klien.
    Psikologis inhibisi secara umum juga telah dikaitkan dengan somatic konsekuensi  negatif (Pennebaker, 1990), serta resiko tinggi akibat perilaku pada pemuda GLBT, seperti pelecehan, kesulitan belajar di sekolah, substansi penyalahgunaan, depresi, gelisah, dan untuk peningkatan resiko kesehatan mental yang terkait dengan prostitusi dan tindakan bunuh diri (Gonsiorek, 1988; McCann, 2001; Savin-Williams, 1994).
    Sebagai konselor Kristen yang menolak untuk bekerja sama dengan aktif orang-orang homoseksuil, atau mencoba untuk menentukan sendiri nilai pada klien, Paulus mungkin menemukan dirinya dengan sangat sulit dalam posisi hukum dan ethically.
    Dr. Mel Witmer (komunikasi pribadi, November 2001), seorang profesor emeritus dari Ohio University etika yang diajarkan selama bertahun-tahun, memberikan keterangan singkat dilemma Paul's: Jika GLBT menginginkan klien untuk bekerja pada isutidak terkait terutama dengan orientasi seksual, saya melihat tidak etis, agama, atau dasar moral untuk menolak memberikan layanan.
    Hanya karena saya menolak pada perilaku, pilihan yang "berdosa" Saya akan bekerja yang tampaknya paling tak pantas dari segi agama apapun melihat (kompetensi assumsi untuk menangani pada tujuan klien).
    Ini tantangan yang akan dijumpai pada beberapa pusat kompleksitas dari orientasi seksual dan pengaruh dari gender, ras, etnis, penjagaan dan penilaian masalah, konversi therapies, dan kemudian keluar di dalam kehidupan system keluarga.
    Istilah gay, lesbian, Biseksual dan Transjender (GLBT) digunakan interchangeably dengan istilah minoritas seksual pada artikel ini.
    Transjender adalah orang yang dimasukkan sebagai anggota dari populasi ini, namun diskusi dari kebutuhan mereka yang unik dan keadaannya tidak dijelaskan di artikel ini, yang berfokus pada gay, lesbian, dan orang biseksual dan keluarga mereka.
    Gay, Lesbian, Biseksual adalah Sek Menyimpang
    Sek merupakan salah satu potensi terbesar yang diberikan Tuhan kepada manusia. Potensi itulah yang menjadikan manusia dapat berhubungan seks dan melahirkan keturunan. Dengan potensi seks tersebut, kelestarian hidup manusia tetap terjaga.
    Secanggih apapun teknologi perkembangbiakan diciptakan, tidak akan dapat mengalahkan proses reproduksi manusia secara alamiah melalui hubungan seks yang normal antara pria dan wanita. Itulah alasannya, mengapa semua agama menetapkan ketentuan tentang pernikahan yang sah agar sakralitas hubungan seks terjamin legalitasnya.
    Sejak zaman dahulu hanya ada satu hubungan seks yang diakui kebenarannya, yakni hubungan seks antara pria dan wanita.
    Seks menyimpang dalam bahasa Yunani disebut sebagai Parafilia, para artinya diluar kebiasaan, filia artinya cinta. Tegasnya, istilah ini menggambarkan perilaku seksual yang tidak lazim dilakukan orang pada umumnya dengan menunjukkan gejala-gejala keanehan, baik psikis maupun fisik, baik watak maupun perilakunya.

    Homoseksual :
    “Homo” berasal dari istilah latin yang berarti “sama”.
    Homoseksualitas adalah istilah yang digunakan untuk suatu orientasi seksual kepada jenis kelamin yang sama, disebut juga dengan istilah Gay, sedangkan sesama wanita disebut Lesbi.
    Perspektif Sejarah :
    Dalam Islam, perilaku homoseks diistilahkan sebagai liwath, yakni hubungan seks yang dilakukan dengan cara sodomi.
    Dalam istilah psikologi dikenal dengan sebutan analseks.
    Sedangkan perilaku lesbi diistilahkan dengan sihaq atau seks pinggang.
    Al Qur’an merekam sejarah perilaku homoseksual pertama dilakukan manusia pada kaum Nabi Luth a.s.
    Allah menimpakan azab kepada kaum sodomi (QS Al Hijr: 61 – 66).

    Kisah ini disebutkan juga dalam QS Hud : 77-79, QS Al Hijr : 69-70, QS Asy Syu’ara : 167-168, QS Al Ankabut : 28-29, QS Al A’raf : 82, QS Naml : 56.
    Homoseksual Dalam Perspektif Psikologi
    Kaum psikolog memandang perilaku homoseks sebagai perilaku abnormal dan menyimpang (perversi).
    Dalam bahasa Freud diistilahkan sebagai perilaku inversi (perilaku terbalik).

    Sampai sekarang masih ada sekelompok orang yang berjuang melegalkan perilaku homoseksual ini :
    Sebuah buku dari Semarang berjudul “ Indahnya Kawin Sesama Jenis : Demokratisasi dan Perlindungan Hak-hak Kaum Homoseksual. Buku ini adalah kumpulan artikel di jurnal Justisia Fakultas Syariah IAIN Semarang edisi 25, Th XI, 2004.
    Buku ini secara terang-terangan mendukung, dan mengajak masyarakat untuk mengakui dan melindungi legalisasi perkawinan homoseksual.
    Dalam buku ini ditulis strategi gerakan yang harus dilakukan untuk melegalkan perkawinan homoseksual di Indonesia :
    1)Mengorganisir kaum homoseksual untuk bersatu dan berjuang merebut hak-haknya yang telah dirampas oleh negara.
    2)Memberi pemahaman kepada masyarakat bahwa apa yang terjadi pada diri kaum homoseksual adalah sesuatu yang normal dan fitrah, sehingga masyarakat tidak mengucilkannya bahkan sebaliknya, masyarakat itu ikut terlibat mendukung setiap gerakan kaum homoseksual dalam menuntut hak-haknya.
    3)Melakukan kritik dan reaktualisasi tafsir keagamaan (tafsir kisah Luth dan konsep pernikahan) yang tidak memihak kaum homoseksual.
    4)Menyuarakan UU Perkawinan No. 1/1974 yang mendefinisikan perkawinan harus antara laki-laki dan wanita.
    Surat dan ayat yang berhubungan dengan homoseksual dalam Al-Qur'an :

    61.  Maka tatkala para utusan itu datang kepada kaum Luth, beserta pengikut pengikutnya,
    62.  Ia berkata: "Sesungguhnya kamu adalah orang-orang yang tidak dikenal".
    63. Para utusan menjawab: "Sebenarnya kami Ini datang kepadamu dengan membawa azab yang selalu mereka dustakan.
    64. Dan kami datang kepadamu membawa kebenaran dan Sesungguhnya kami betul-betul orang-orang benar.
    65. Maka pergilah kamu di akhir malam dengan membawa keluargamu, dan ikutlah mereka dari belakang dan janganlah seorangpun di antara kamu menoleh kebelakang[804] dan teruskanlah perjalanan ke tempat yang di perintahkan kepadamu".
    66. Dan Telah kami wahyukan kepadanya (Luth) perkara itu, yaitu bahwa mereka akan ditumpas habis di waktu subuh.

    [804]  perhatikanlah kembali surat Hud ayat 81.
    (QS Al Hijr: 61 – 66).


    69.  Dan bertakwalah kepada Allah dan janganlah kamu membuat Aku terhina".
    70.  Mereka berkata: "Dan bukankah kami Telah melarangmu dari (melindungi) manusia[806]?"

    [806]  mereka ingin berbuat homosexual dengan tamu-tamu itu dan mereka memang Telah pernah mengancam Luth, agar tidak menghalangi mereka daripada berbuat demikian.
    QS Al Hijr : 69-70


    77.  Dan tatkala datang utusan-utusan kami (para malaikat) itu kepada Luth, dia merasa susah dan merasa sempit dadanya Karena kedatangan mereka, dan dia berkata: "Ini adalah hari yang amat sulit[729]."
    78.  Dan datanglah kepadanya kaumnya dengan bergegas-gegas. dan sejak dahulu mereka selalu melakukan perbuatan-perbuatan yang keji[730]. Luth berkata: "Hai kaumku, inilah puteri-puteriku, mereka lebih Suci bagimu, Maka bertakwalah kepada Allah dan janganlah kamu mencemarkan (nama)ku terhadap tamuku ini. tidak Adakah di antaramu seorang yang berakal?"
    79.  Mereka menjawab: "Sesungguhnya kamu Telah tahu bahwa kami tidak mempunyai keinginan[731] terhadap puteri-puterimu; dan Sesungguhnya kamu tentu mengetahui apa yang Sebenarnya kami kehendaki."

    [729]  nabi Luth a.s. merasa susah akan kedatangan utusan-utuaan Allah itu Karena mereka berupa pemuda yang rupawan sedangkan kaum Luth amat menyukai pemuda-pemuda yang rupawan untuk melakukan homo sexual. dan dia merasa tidak sanggup melindungi mereka bilamana ada gangguan dari kaumnya.
    [730]  maksudnya perbuatan keji di sini ialah: mengerjakan liwath (homoseksuall).
    [731]  Maksudnya: mereka tidak punya syahwat terhadap wanita.
    QS Hud : 77-79

    167. Mereka menjawab: "Hai Luth, Sesungguhnya jika kamu tidak berhenti, benar-benar kamu termasuk orang-orang yang diusir"
    168.  Luth berkata: "Sesungguhnya Aku sangat benci kepada perbuatanmu".
    QS Asy Syu’ara : 167-168


    28.  Dan (Ingatlah) ketika Luth Berkata pepada kaumnya: "Sesungguhnya kamu benar-benar mengerjakan perbuatan yang amat keji yang belum pernah dikerjakan oleh seorangpun dari umat-umat sebelum kamu".
    29. Apakah Sesungguhnya kamu patut mendatangi laki-laki, menyamun[1149] dan mengerjakan kemungkaran di tempat-tempat pertemuanmu? Maka jawaban kaumnya tidak lain Hanya mengatakan: "Datangkanlah kepada kami azab Allah, jika kamu termasuk orang-orang yang benar".

    [1149]  Sebahagian ahli tafsir mengartikan taqtha 'uunas 'sabil dengan melakukan perbuatan keji terhadap orang-orang yang dalam perjalanan Karena mereka sebagian besar melakukan homosexuil itu dengan tamu-tamu yang datang ke kampung mereka. ada lagi yang mengartikan dengan merusak jalan keturunan Karena mereka berbuat homosexuil itu.
    QS Al Ankabut : 28-29


    82.  Jawab kaumnya tidak lain Hanya mengatakan: "Usirlah mereka (Luth dan pengikut-pengikutnya) dari kotamu ini; Sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang berpura-pura mensucikan diri."
    QS Al A’raf : 82


    56.  Maka tidak lain jawaban kaumnya melainkan mengatakan: "Usirlah Luth beserta keluarganya dari negerimu; Karena Sesungguhnya mereka itu orang-orang yang (menda'wakan dirinya) bersih[1102]".

    [1102]  perkataan kaum Luth kepada sesamanya Ini merupakan ejekan terhadap Luth dan orang-orang beriman kepadanya, Karena Luth dan orang-orang yang bersamanya tidak mau mengerjakan perbuatan mereka.
    QS Naml : 56
     
    Reference:
    Al Qur’an
    The Family Journal, Family Counseling and Referral with Gay, Lesbian, Bisexual, and Transgendered Clients: Ethical Considerations, Gregory R. Janson, 2002; 10; 328, http://tfj.sagepub.com. 
    Al-Islah Online. com, Adian Husaini : Gerakan Homoseksual dari IAIN Semarang Tanggal : 22/01/2006.
    Quranic Society.com, Karakteristik Masyarakat Ideal, hal. 222-224.
    Bukan Salah Tuhan Mengazab : Seks Menyimpang, hal. 67-69.

    Oleh :

    Terimakasih teruntuk: Dr. AM. Dipenegoro.

    Psikologi Indigenous (Perilaku Islam).